Terkait Impor Barang Kiriman, Kemenkeu dan Bea Cukai Terima Kritik dan Masukan dari Masyarakat

virprom.com – Menyikapi isu tata cara impor konsinyasi yang ramai diperbincangkan di media sosial, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) secara terbuka siap menerima segala kritik dan masukan dari masyarakat.

“DJBC terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari masyarakat dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada pengguna jasa,” kata Direktur Komunikasi dan Kepemimpinan Pengguna Jasa Nirwal Dwi Kherjanto dalam siaran pers, Senin (29 April 2024). ).

Dia mengatakan, DJBC juga telah berkomunikasi dengan pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Permasalahan ini muncul karena importir tidak memahami cara penyampaian pemberitahuan pabean dan izin pengurusan yang benar untuk mendapatkan pembebasan bea masuk, kata Nirwala.

Baca Juga: Kunjungan Gudang DHL, Dirjen Bea Cukai: Proses Kepabeanan Tidak Bisa Dilepas dari Perusahaan Escrow

Terkait tata cara impor barang pasok, Nirwala mengatakan setiap barang dari luar negeri yang masuk ke Indonesia akan ditandai sebagai barang impor.

Peraturan ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dan masyarakat dari barang impor yang berpotensi membahayakan, ujarnya.

Nirwala menjelaskan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023, pelaporan pabean atas barang impor dilakukan melalui self assessment, sehingga pelaporan barang impor menjadi tanggung jawab importir sepenuhnya.

Apalagi, lanjutnya, jumlah prosedur impor barang tersebut masih lebih rendah dibandingkan sektor lainnya. Pada Januari 2024 terdapat 449.519 kurir (CN), kemudian pada Februari turun menjadi 339.787 CN.

Baca Juga: Akhirnya Bea Cukai Atas Impor Alat Latihan SLB Ditangguhkan Mulai 2022

Kemudian pada Maret 2024, jumlah CN bertambah menjadi 420.782 CN karena bertepatan dengan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Sementara pada bulan April, jumlah CN hanya 232.554 CN.

Selain itu, Nirwala juga mengklarifikasi beberapa permasalahan yang sudah lama diperdebatkan.

“Kasus impor alat pendidikan bagi penyandang tunanetra milik Sekolah Luar Biasa (SSH) dimulai pada tahun 2022. Barang tersebut awalnya ditandai sebagai kiriman senilai lebih dari $1.500,” katanya.

Namun, lanjutnya, pengirim dan penerima tidak memberikan informasi kepada bea cukai bahwa barang tersebut merupakan hadiah sehingga proses perizinan tidak dapat diselesaikan.

Baca Juga: Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Netizen Soal Adat yang Viral Sepekan Ini

Oleh karena itu, DJBC telah memberikan pelunasan keuangan sehubungan dengan PMK 200/PMK.04/2019 dan menginformasikan kepada SLB mengenai dokumen yang diperlukan untuk pengeluaran barang tersebut.

Sementara itu, untuk barang yang dikirim dalam bentuk mainan robot, importir tidak menyertakan data pendukung nilai barang tersebut. Hal ini memaksa para pejabat untuk menentukan referensi harga barang serupa dari Internet.

Sehubungan dengan definisi tersebut, importir mencatat bahwa barang tersebut merupakan hadiah dan menerima data acuan harga barang tersebut. Paket rusak saat diterima oleh importir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top