“Oposisi” Masyarakat Sipil

MANTAN calon presiden Ganjar Pranovo mengumumkan akan mundur dari pemerintahan berikutnya. Begitu pula dengan mantan calon wakil presiden Mahfud, MD yang juga menegaskan posisi politiknya berada di luar pemerintahan.

Ganjar membubarkan tim pemenangan nasional pada Senin (5/6/2024) dan mengatakan, “Kami tidak akan pernah berhenti mencintai republik ini. Kami akan memeriksanya dengan baik dan saya orang pertama yang mengumumkan bahwa saya tidak akan bergabung dengan pemerintah,” kata Ganjar. .

Sikap politik Ganjara ini dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Cristianto yang mengatakan “keinginan di luar pemerintahan sejalan dengan pendekatan yang dilakukan PDIP”.

Namun elite PDIP lainnya, Hendrawan Supratikno mengatakan, “Pernyataan Ganjara bukan sikap resmi PDIP.”

Tampaknya ada ketidakpastian di PDIP. Ada faksi yang ingin bergabung dengan pemerintah karena pemenang pemilu tergoda meyakinkan PDIP untuk bergabung dengan pemerintah.

Revisi UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD bisa menjadi alat negosiasi. Revisi UU MD3 bisa “menghapuskan” jabatan ketua DPR, yang menurut UU MD3, jika tidak diubah, merupakan hak pilih partai politik.

Namun, ada fraksi lain yang menginginkan PDIP keluar dari pemerintahan. Upaya PDIP untuk tidak ikut campur dalam pemerintahan lebih masuk akal karena sejalan dengan moral dan prinsip politik.

Keterlibatan pihak luar pemerintahan juga memenuhi keinginan sekitar 27 juta pemilih Ganjar-Mahfud. Keputusan PDIP akan terus ditentukan dalam Rakornas PDIP pada akhir Mei 2024.

Jika Ganjar dan Mahfud kelak masuk dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, maka hal itu sangat salah dan melanggar etika politik.

Memang selama masa kampanye, masyarakat melihat adanya proses delegitimasi yang menyeluruh terhadap masing-masing calon.

Ketika keduanya kemudian berkuasa, sama saja dengan mengabaikan suara rakyat yang memilih mereka.

Sikap “oposisi” yang dilontarkan Ganjar itu langsung memicu kontroversi penafsiran “oposisi”. Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan istilah “oposisi” tidak dikenal di Indonesia.

Pernyataan Ketua MPR bahwa istilah oposisi tidak dikenal di Indonesia memang benar adanya. Tidak ada “oposisi” atau “koalisi” dalam konstitusi yang merupakan kontrak sosial bangsa.

Kedua istilah ini hanya dikenal dalam sistem pemerintahan parlementer. Namun Koalisi Indonesia Maju, Koalisi Perubahan muncul dalam praktik politik. Sebelumnya ada Koalisi Merah Putih, Koalisi Rakyat, dan Koalisi Nasional.

Demikian pula halnya dengan perdebatan sengit mengenai dikte demokrasi. Saya tidak tahu definisi demokrasi apa yang digunakan dalam perdebatan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top