UU Siber Nigeria Dijadikan Alat untuk Bungkam Suara Kritis

Pada 16 September 2023, Chiyama Okoli mengunggah video review produk puree tomat merek Nagiko yang didapatnya dari pasar jalanan di Sangotedo, Lagos di halaman Facebook miliknya.

Dalam video tersebut, ia menceritakan kepada ratusan ribu pengikutnya bahwa produk tersebut terasa lebih manis dibandingkan produk lainnya. Setelah mencoba produk pure tomat, Okoli meminta para pengikutnya untuk memberikan tanggapannya.

Video tersebut mendapat reaksi beragam hingga salah satu pengguna Facebook berkomentar: “Berhentilah menjelek-jelekkan produk saudaraku, jika (kamu) tidak menyukainya, gunakan yang lain daripada diunggah ke media sosial…”

Okoli menanggapi komentar tersebut. “Sarankan saudaramu untuk berhenti membunuh orang dengan produknya…” katanya setelah dua hari postingannya mendapat lebih dari 2.500 komentar.

Baca Juga: Pidato Presiden Israel di KTT Keamanan Siber Dilihat Oleh ChatGPT

Suatu hari ketika Okoli dan suaminya sedang meninggalkan gereja sehabis beribadah, tiba-tiba Okoli didekati oleh seorang wanita dan dua pria yang mengaku sebagai petugas polisi. Masih dalam pakaian gerejanya, Okoli dibawa ke Kantor Polisi Ogudu.

“Mereka membawa saya ke sebuah ruangan, saya duduk dan mereka membawa lebih dari 20 halaman dan mengatakan bahwa pengaduan telah diajukan terhadap saya. Saya lupa postingannya, lalu saya ingat,” kata ibu tiga anak berusia 39 tahun itu kepada Al Jazeera.

Dokumen tersebut menuduh keterlibatan Okoli dalam operasi penyelundupan dan sindikat.

Okoli termasuk di antara sejumlah besar warga Nigeria yang telah ditangkap, ditahan, atau didakwa melanggar undang-undang kejahatan dunia maya yang bertujuan untuk mengamankan informasi nasional yang sensitif dan melindungi orang-orang dari penguntitan dunia maya.

Namun, kelompok hak asasi manusia mengatakan undang-undang tersebut telah digunakan dari waktu ke waktu untuk menyerang jurnalis, aktivis, pembangkang dan bahkan masyarakat biasa yang menerbitkan laporan atau sekadar menegaskan kebebasan berekspresi.

Undang-undang tahun 2015 yang diperkenalkan sebagai upaya untuk meningkatkan keamanan siber ini menggunakan bahasa yang luas dan tidak jelas. Akibatnya, undang-undang tersebut sering digunakan sebagai senjata oleh pejabat yang mencoba mengungkap kebenaran terhadap jurnalis atau pembangkang, kata Inibeh Ifiong, seorang aktivis dan pengacara Nigeria yang mengadvokasi Okoli.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top