DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

JAKARTA, virprom.com – Setara Institute mengajak DPR RI dan pemerintah turut berpartisipasi dalam pembahasan revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang tengah menjadi sorotan belakangan ini.

“Kami menghimbau DPR dan pemerintah untuk memperluas partisipasi masyarakat secara bermakna,” kata Peneliti Hukum dan Konstitusi Setara Institute Sayyidatul Insiyah dalam siaran pers yang dikutip virprom.com, Kamis (16/05/2024).

Sayyidatul menyatakan, RUU Penyiaran harus menjamin sepenuhnya kebebasan pers, kebebasan menerima informasi, dan kebebasan dari proyek-proyek intrusif, kontrol berlebihan, dan sensor berlebihan.

Baca juga: RUU Penyiaran Berantakan, Ancam Demokrasi dan Kekang Kebebasan Pers

Pada puncaknya, RUU Penyiaran harus menjadi bagian dari pilar demokrasi konstitusional yang menjamin kebebasan pers.

“Dan itu melindungi hak konstitusional warga negara untuk mengontrol pemerintahan,” ujarnya.

Dia mengatakan, RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan bermasalah.

Hal ini berpotensi melemahkan agenda demokrasi dan demokratisasi, kebebasan pers, kebebasan informasi dan agenda hak asasi manusia secara umum yang telah diperjuangkan sejak Reformasi.

Menurutnya, RUU tentang radio dan radio menegaskan adanya penyempitan ruang sipil.

Hal ini sejalan dengan laporan tahunan Setara Institute yang selalu menunjukkan bahwa skor indikator kebebasan berekspresi setiap tahunnya berada pada peringkat terendah.

Baca Juga: Tanggapi Kontroversi RUU Penyiaran, Gus Imin: Yang mengkritik jurnalisme hanya bisa mengutip ucapan pembicara.

Faktanya, angka tersebut hampir tidak pernah mendekati rekor moderat 1-7 setiap tahunnya. Rinciannya, hasilnya 1,9 pada tahun 2019, 1,7 pada tahun 2020, 1,6 pada tahun 2021, 1,5 pada tahun 2022, dan 1,3 pada tahun 2023.

Artinya, alih-alih menjamin kebebasan berekspresi, RUU Penyiaran justru berpotensi melemahkan kebebasan berekspresi, khususnya dengan membatasi kebebasan pers, ”ujarnya.

Selain itu, Sayidatul menilai RUU Penyiaran memuat beberapa ketentuan yang bertujuan untuk mengontrol kebebasan pers.

Hal ini terutama merupakan jurnalisme investigatif berdasarkan pasal 50B(2)(c) UU Penyiaran.

Menurutnya, pasal pelarangan jurnalisme investigatif merupakan upaya untuk mengurangi kontrol negara.

Padahal, salah satu pilar demokrasi modern adalah kebebasan pers.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top