DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

JAKARTA, virprom.com – Yang Mulia Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ketua KPU Indonesia Hasim Esiari menyerukan agar DD Mahendra Joy diperiksa pada sidang pertama karena menipu perempuan anggota Komite Pemilu Eropa di luar negeri. (PPLN), Rabu (22/5/2024) besok.

Selain kemeriahan, DKPP mengundang Anggota KPU RI Beti Epsilon Edros untuk hadir dalam sidang yang sama bersama pihak terkait.

“Kami undang,” Ketua DKP Heddy Luguito saat dikonfirmasi virprom.com, Selasa (21/5/2024).

Keduanya ditelepon Hasim terkait video sapaan palsu dengan anggota PPLN.

Video tersebut direkam saat jeda pidato pemilu 2024 di NetTV, menampilkan Betty, Hasim, Joy serta Vincent Rompis dan Boyen.

Baca Juga: DKPP akan Gelar Rapat Perdana Ketua KPU yang Dituding Curang PPLN Rabu Depan.

Pak Hedi mengatakan, sidang tertutup ini akan mendengarkan keterangan pihak terkait dan ahli.

“Internal KPU dan NET TV menjadi pihak yang berkepentingan. Pelapor sudah mengajukan saksi ahli,” kata Headi.

Dalam surat pengaduan terhadap Hasim disebutkan, komisioner KPU RI ke-2 itu menggunakan relasi kuasa untuk mendekat, membina hubungan asmara, dan melakukan perbuatan asusila.

“Pertama kali kami bertemu pada Agustus 2023, sebenarnya saat kunjungan resmi. Pertama kali kami bertemu sebelum kejadian ini terjadi terakhir kali pada Maret 2024,” kata kuasa hukum korban. dan setelah pelapor Maria Dianita Prosperiani mengajukan pengaduan ke DKPP.

Keduanya disebut bertemu saat Qasim melakukan kunjungan resmi ke Eropa atau sebaliknya saat melakukan kunjungan resmi ke negara korban.

Pengacara lainnya, Aristo Pangaribuan, mengatakan Hasim melakukan upaya aktif “tanpa henti” untuk menghubungi korban saat ia dan Pangaribuan berselisih.

“Hubungan asmara, flirting, sampai pada preferensi pribadi,” kata Aristo.

Baca Juga: Kasus Ketidaksenonohan Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Namun menurutnya, tidak ada intimidasi atau intimidasi dalam relasi kekuasaan yang diduga dilakukan Hasim.

Para pengacara juga menolak memberikan jawaban jelas atas pertanyaan apakah pelecehan seksual termasuk di antara “tindakan ofensif” yang dimaksud.

Mereka mengatakan bahwa korban memerlukan waktu untuk mengembangkan keberanian mengajukan pengaduan tersebut. Pengacara pihak yang dirugikan membantah adanya motif politik di balik pengaduan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top