Waketum PBNU: NU-Muhammadiyah Ibarat Adik dan Kakak

JAKARTA, virprom.com – Wakil Ketua PBNU Julfa Mustofa mengibaratkan Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai saudara kandung yang memiliki semangat yang sama untuk mengedepankan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan.

“NU tidak puasa dulu. Muhammadiyah puasa dulu karena kemana-mana kakak duluan. Adik bawa. Tarawih pun sama, kakak pulang dulu karena rakatnya lebih sedikit,” kata Julfa dalam keterangannya. Jakarta, Minggu (4/8/2024).

Pernyataan Kiai Zulfa itu disampaikannya saat menyampaikan keynote speaker pada Kelompok Kerja Majelis Taklim Majelis Nasional yang mengangkat tema “Majelis Talim sebagai Fondasi Membangun Peradaban Manusia” di Jakarta.

Baca Juga: PBNU Tuduh PKB Dalang Aksi Demo yang Minta Gus Yahya dan Gus Ipul Mundur

Muhammadiyah lahir pertama, yakni pada tahun 1912, dan NU pada tahun 1926. Namun karena jumlah komunitas NU yang banyak, maka mereka menyebut NU sebagai kakaknya.

Ia menilai NU berbeda dengan Muhammadiyah dalam aspek cabang (furu’), bukan aspek utama (ushul). Jika demikian, maka yang perlu ditumbuhkan adalah semangat toleransi (tasamuh).

Kiai Zulfa berbagi pengalamannya menjadi penceramah di Masjid Muhammadiyah selama hampir 20 tahun.

Dikatakannya, Rezim Muhammadiyah sengaja mengundangnya agar masyarakat Muhammadiyah belajar berpikir, mengeluarkan fatwa, beribadah, dan beramal ala NU langsung dari Kia NU, bukan dari orang lain.

Ia berharap apa yang dilakukan Muhammadiyah dapat ditiru oleh ormas atau lembaga lain agar tidak terjadi kesalahpahaman di kalangan umat Islam.

Hal yang sama dapat diterapkan ketika mempelajari sebuah buku. Qiyay Julfa mengatakan, gurunya KH Sahl Mahfud mengajaknya membaca buku apa saja, termasuk karya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jawziyya.

Namun Kiai Sahal berpesan agar mengambil yang jelas dari kitab-kitab yang dipelajarinya dan meninggalkan yang belum jelas, ujarnya. 

Ia kemudian menyoroti pengurus masjid dan dewan taklim yang terkadang memonopoli lembaganya.

Mereka mengundang pembicara dari kelompoknya masing-masing dan mempresentasikan topiknya bersama kelompok lain berdasarkan sudut pandangnya masing-masing.

Baca Juga: Muhammadiyah Yakin Meninggalnya Ismail Haniyeh Tak Pengaruhi Perjuangan Palestina

 

Menurutnya, hal-hal seperti itu tidak bijak dan menimbulkan kesalahpahaman di kalangan umat Islam.

“Biarkan saja, narasumber diambil dari kelompok lain agar masyarakat lebih bijak,” ujarnya.

Ia berpendapat, perbedaan wilayah cabang (furu’) dan wilayah utama (ushul) tidak boleh menghalangi para pengurus majelis taklim, masjid, dan khatib untuk bekerja dengan baik.

Kiai Zulfa mengecam para pendakwah yang menyebarkan cerita kebencian terhadap umat Islam lainnya.

“Kita tidak boleh membenci orang-orang yang mempunyai permasalahan furu yang berbeda-beda karena mereka adalah saudara dari negara kita, dari negara kita dan dari sesama umat manusia,” ujarnya. Dengarkan berita terkini dan pilihan berita kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top