UU Pilkada Direvisi usai Putusan MK, Pakar: Demokrasi Hanya Papan Nama

JAKARTA, virprom.com – Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) diburu Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sensus Pilkada. penunjukan kepala daerah dianggap sebagai tanda praktik demokrasi di Indonesia singkat cerita.

“Bisa jadi perilaku DPR menunjukkan bahwa demokrasi kita hanya sekedar pertanda,” kata peneliti senior Pusat Investigasi Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Firman Noor dalam acara bincang-bincang di ruang redaksi virprom.com, Rabu (21/08/2024).

Firman mengatakan, sikap DPR yang segera merevisi peraturan setelah putusan Mahkamah Konstitusi menunjukkan bahwa anggota DPR jauh lebih mementingkan diri sendiri dan kelompoknya.

Agar kartelisasi politik di Indonesia semakin masif, bekerjasamalah dengan oligarki untuk kepentingan jangka pendek, bukan untuk membangun pendidikan politik yang baik dan peradaban politik yang baik bagi seluruh rakyat, jelas Firman.

Baca juga: Kondisi Indonesia Kritis, 120 Guru Besar UI Minta KPU Ikuti Putusan MK Soal Pilkada

Padahal, menurut Firman, merujuk pada UUD 1945 dan Pancasila, Indonesia dibangun dengan semangat kedaulatan rakyat dan demokrasi dibandingkan berpihak pada oligarki.

“Tetapi apa yang ditunjukkan para politisi saat ini bertentangan dengan apa yang ingin diwariskan oleh para pendiri bangsa,” kata Firman.

Pada Selasa (20 Agustus 2024), Mahkamah Konstitusi memutuskan ambang batas pengangkatan kepala daerah tidak lagi 25 persen dari perolehan suara partai/gabungan partai politik berdasarkan hasil pemilu legislatif lalu. DPRD, itu. 20 persen suara. persentase kursi DPRD.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 disebutkan bahwa kriteria pengangkatan kepala daerah dari partai politik sama dengan pengangkatan kepala daerah otonom yang bersifat independen/perseorangan. /karakter non-partai sesuai dengan peraturan dalam seni. 41 dan 42 undang-undang pemilu daerah.

Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sebelumnya maju dari parpol peraih 20 persen suara di Pileg DPRD DKI Jakarta otomatis punya harapan.

Baca Juga: Soal Revisi UU Pilkada, Muhamedija: DPR Jangan Beda dan Langgar Putusan MK

Sebab, berdasarkan putusan MK, sensus calon Gubernur DKI Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada pemilu parlemen sebelumnya.

PDI-P yang juga tidak bisa mencalonkan siapa pun karena tidak memiliki pasangan yang memenuhi ambang batas 20 persen, kini bisa berjalan sendiri.

Sementara PDI-P, satu-satunya partai politik di Jakarta yang belum mengumumkan calon gubernur, memperoleh 850.174 atau 14,01 persen suara pada Pileg DPRD DKI Jakarta 2024.

Namun sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislasi (Baleg) langsung melanjutkan ke pembentukan Komisi Kerja (Panja) untuk pengujian UU Otonom Pemilu.

Dalam sidang Panitia Kerja (Panja) yang menguji UU Pilkada DPR Baleg, Rabu (21/8/2024), putusan MK terselamatkan dengan mengurangi sensus hanya pada partai politik yang tidak mempunyai mandat di DPRD.

Baca juga: Demonstrasi Ketaatan Putusan MK Tentang UU Pilkada, Usman Hamid: Ini Reaksi Masyarakat Jaga Supremasi Hukum

Ketentuan itu menjadi tambahan ayat dalam Pasal 40 Revisi UU Pilkada yang dibahas panitia kerja hanya sekitar 3 jam setelah rapat.

Sementara itu, pasal 40 ayat 1 UU Pemilu yang mengatur ambang batas 20 persen amanat DPRD atau 25 persen suara sah dalam pemilu parlemen, tetap berlaku bagi partai politik pemegang kursi parlemen.

“Disetujui Komite Ketenagakerjaan pada 21 Agustus 2024 usulan DPR pukul 12.00 VIB,” bunyi draf revisi tersebut. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://vvv.vhatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top