“UN Convention Against Cybercrime”: Konvensi Pertama PBB Tentang Kejahatan Siber (Bagian I)

NEGARA-NEGARA yang tergabung dalam Komite yang dibentuk oleh Majelis Umum PBB telah menyelesaikan konvensi baru mengenai kejahatan dunia maya. Konvensi ini dinilai istimewa karena merupakan Instrumen Hukum Internasional PBB pertama yang menangani kejahatan dunia maya.

Instrumen hukum internasional yang disebut “Konvensi PBB Melawan Kejahatan Dunia Maya” ini akan melalui proses akhir berupa ratifikasi pada sidang Majelis Umum PBB yang diharapkan berjalan lancar.

Konvensi ini merupakan kode etik yang kuat bagi semua negara dan siapa pun di dunia sedang menghadapi ancaman kejahatan dunia maya yang sangat serius.

Kejahatan dunia maya (cybercrime) telah diklasifikasikan sebagai kejahatan paling berbahaya, yang tidak hanya menargetkan individu tetapi juga lembaga-lembaga penting negara.

Oleh karena itu, negara-negara tidak dapat mengabaikannya. Regulasi, penguatan kelembagaan, ekosistem, dan literasi digital yang memadai bagi masyarakat harus menjadi prioritas.

Panitia menyetujui naskah akhir. Anehnya, kesepakatan yang diiringi tepuk tangan meriah itu dicapai tanpa pemungutan suara, melainkan konsensus. Hal ini membuktikan kekokohan di akhir diskusi.

Komite ini diketuai oleh Aljazair, dengan 13 ketua bersama: Mesir, Nigeria, Tiongkok, Jepang, Estonia, Polandia, Federasi Rusia, Republik Dominika, Nikaragua, Suriname, Australia, Portugal, dan Amerika Serikat.

Indonesia memainkan peran aktif dan signifikan dengan ditunjuk sebagai Pelapor komite. Penyelesaian Konvensi ini, meskipun mendapat protes dari aktivis hak asasi manusia dan industri teknologi, merupakan langkah penting dalam menangani kejahatan dunia maya multilateral.

Dilansir dari siaran resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa bertajuk “Perserikatan Bangsa-Bangsa: Negara-negara Anggota menyelesaikan konvensi kejahatan dunia maya baru” (9/08/2024) di New York, disebutkan bahwa setelah tiga tahun bekerja, komite yang dibentuk oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah terbentuk. , menyetujui rancangan teks konvensi.

Siaran tersebut juga menegaskan bahwa masih diperlukan proses lebih lanjut sesuai mekanisme PBB, berupa penerimaan oleh Majelis Umum yang akan dilakukan pada akhir tahun ini.

Artikel ini merupakan bagian dari penelitian saya di Pusat Hukum Siber dan Transformasi Digital Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Materi versi ini juga saya bagikan kepada pembaca virprom.com agar dapat bermanfaat lebih luas. Hukum Internasional

Terlepas dari segala dinamika tersebut, Instrumen Hukum Internasional di bidang kejahatan siber yang dibentuk oleh PBB merupakan hal yang paling dinantikan. Pernyataan dari PBB menyebutkan bahwa pencapaian ini merupakan puncak dari total upaya lima tahun yang dilakukan negara-negara anggota PBB.

Teks konvensi berhasil disepakati setelah mendapat berbagai masukan dari masyarakat sipil, lembaga akademis, dan sektor swasta.

Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) adalah sekretariat tetap untuk negosiasi tersebut.

UNODC sangat mendukung proses negosiasi dan bertindak sebagai Sekretariat Konvensi. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa ini juga memainkan peran utama dalam membantu penerapan dan meratifikasi Konvensi setelah diadopsi oleh Majelis Umum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top