TNI Didorong Efektif Kelola Anggaran ketimbang Minta Diizinkan Bisnis

Jakarta, Kompas. com – Upaya peningkatan kesejahteraan prajurit TNI sebaiknya dilakukan dengan memaksimalkan pendayagunaan dan perbaikan pengelolaan anggaran, dibandingkan mengusulkan gagasan pencabutan larangan perdagangan bagi personel aktif dalam proses peninjauan. UU Nomor 34 Tahun 2004.

Kepala Center for International and Diplomatic Engagement (CIDE) Universitas Paramadina, Anton Aliabas, mengalokasi anggaran pertahanan harus dikelola dengan baik dan efisien, sehingga hanya memperoleh peralatan asli sistem persenjataan yang mumpuni (Alutsista). ). Tidak berguna. , tetapi juga mendukung kesejahteraan prajurit.

Anton juga menilai, Presiden terpilih Prabowo Subianto harus bijak dalam menyikapi persoalan ini, dan tidak cenderung membuka usaha yang rawan penyalahgunaan kekuasaan, agar cita-cita misi reformasi TNI profesional bisa berjalan dengan baik. dipahami

“Sebenarnya alternatif keuangan itu bukan mencari sumber lain tapi bagaimana memaksimalkan anggarannya,” kata Anton saat dihubungi, Selasa (17/7/2024).

Baca Juga: Isu Larangan Perdagangan TNI Dihapus, Perdagangan Militer Tak Selalu Tingkatkan Kesejahteraan Prajurit

Kemudian memperbaiki tata kelola, dan pemanfaatan anggaran serta tata kelola organisasi, dalam hal ini seberapa besar organisasi yang dibutuhkan untuk memenuhi misi Instrumen Pertahanan Negara yang disebut TNI, lanjut Anton.

Anton juga mengatakan, TNI sebaiknya mendorong pemerintah mempertimbangkan kembali soal dukungan terhadap pasukan dibandingkan membuat usulan yang menimbulkan perdebatan.

“Kalau alasannya untuk memenuhi kebutuhan anggaran pertahanan dan juga untuk kesejahteraan sebaiknya diserahkan kepada pemerintah,” kata Antono.

Saya kira kita punya presiden yang punya pengalaman di dunia militer dan dia tahu betul bagaimana pandangan negara tentang alternatif keuangan, lanjut Anton.

Baca Juga: TNI Sarankan Prajurit Boleh Berbisnis, Pengamat Ingatkan Aturan yang Dibuat Demi Jaga Profesionalisme TNI

Departemen, kata Anton, juga ingin TNI fokus dan profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai alat pertahanan dan tidak sibuk mengurusi urusan.

“Tentunya pemerintah tidak ingin menjadikan TNI sebagai tentara komersil. Para prajurit yang selama ini hanya memikirkan negara tetapi bisnis,” kata Anton.

“Pemerintah tidak menginginkan hal itu, makanya klausul no-trade itu penting,” tambah Antono.

Pasukan aktif TNI dilarang untuk mencegah konflik kepentingan, lanjut Anton.

Sebab, kata Anton, jika personel TNI berbisnis, maka akan sulit memisahkan urusan pribadi dan badan, serta berisiko terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang militer.

Baca Juga: TNI Sarankan UU Prajurit Tak Boleh Berbisnis Dihapuskan, Pengamat: Perlu Diperjelas Ruang Lingkupnya

“Karena pada akhirnya sekarang banyak anggapan bahwa masih ada oknum yang berbisnis, menjalankan usaha, dan sebagainya. Kami ingin menghentikan itu.” kata Antonius.

Anton mengatakan, saat pembahasan RUU TNI tahun 2004 lalu, DPR dan pemerintah sepakat untuk melarang pihak militer berbisnis dengan harapan bisa profesional dalam menjalankan tugas pertahanan dan menjaga kedaulatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top