Tenangnya Pemilihan Ketua MA Baru di Tengah Transisi Kekuasaan

JAKARTA, virprom.com – Di tengah peralihan pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, Mahkamah Agung (MA) memilih pemilihan Ketua Mahkamah Agung yang demokratis.

Pemilihan tersebut digelar dalam rapat umum pengganti Muhammad Syarifuddin yang pensiun pada bulan ini.

Sidang yang berlangsung di lantai 14 Gedung Mahkamah Agung Jakarta Pusat ini dihadiri 45 orang dari 46 hakim Mahkamah Agung dan menyatakan Sunarto sebagai pemenang.

Sunarto merupakan hakim agung yang menjabat sebagai wakil ketua Mahkamah Agung. Ia juga menjabat di Dewan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas).

Ia memenangkan pemilu dengan meraih 30 suara untuk posisi Hakim Agung, mengalahkan Hakim Agung Haswandi yang memperoleh 4 suara, Hakim Agung Soesilo dengan 1 suara, dan Hakim Agung sekaligus Ketua DPR Yulius dengan 7 suara.

Baca juga: Ketua MA Libatkan Hakim MA untuk Jadikan Jembatan Aspirasi

Syarifuddin yang memimpin kasus tersebut mengatakan: “Sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung, jumlah suara melebihi 50% suara. di Mahkamah Agung Jakarta, Rabu (16/10/2024).

Beliau mengatakan: “Sampai saat ini, Yang Mulia Profesor Dr. Sunarto, S.H., M.H. Syarifuddin melanjutkan, “diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung periode 2024-2029.” Pemilu demokratis, tanpa campur tangan

Usai menjabat Ketua Mahkamah Agung periode 2024-2029, Sunarto mengatakan pemilihan Ketua Mahkamah Agung berlangsung demokratis karena prosesnya sangat ditentukan oleh tradisi, kenyamanan dan kerja sama para hakim Mahkamah Agung. .

Menurut dia, hakim MA tetap independen karena tidak terjerumus ke dalam berbagai kendala dalam pemilihan Ketua MA.

“Hakim MA tidak akan terpengaruh karena mereka sangat mengenal satu sama lain dan semua calon yang ada saat ini merupakan sosok terbaik yang dimiliki MA,” kata Sunarto.

Pemilihan ketua hakim berlangsung damai, tanpa spanduk, poster, dan slogan. Prosedur ini merupakan praktik yang ditetapkan oleh hakim Mahkamah Agung.

“Demokrat di MA belum familiar dengan istilah black campaign, Demokrat di MA sudah familiar dengan kampanye jangka panjang,” kata Sunarto.

Sunarto juga mengecam berbagai tudingan PNS dan pengusaha ikut serta dalam pemilihan Ketua Mahkamah Agung.

Ia melihat bagaimana hakim Mahkamah Agung terus menggunakan hak pilihnya secara independen.

“Mungkin beritanya hanya hype belaka. Memang benar, independensi hakim Mahkamah Agung tidak terganggu oleh pertanyaan-pertanyaan ini. “Ada (masalah) dengan pihak berwajib, ada penjualnya, sungguh tidak membantu,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top