Soal Revisi UU MK, Disebut “Jurus Mabuk” Politisi Menabrak Konstitusi

JAKARTA, virprom.com – Pakar hukum dan Kajian Konstitusi Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan politik menjadi kendala Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menghormati konstitusi.

Hal itu dikatakannya menanggapi pengujian Undang-Undang (UU) di Mahkamah Konstitusi (MK) yang langsung memutuskan untuk membawa rancangan tersebut ke badan perundingan DPR RI.

Tanpa alasan, Feri mengatakan hal itu didasari kasus pencopotan hakim konstitusi Aswanto dan DPR RI yang dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.

“(Hakim Aswanto) tidak melakukan kesalahan dan diganti, diberhentikan dengan sopan lho, berarti tidak ada kesalahan. “(Transfer dana) melanggar Konstitusi (MK) karena seharusnya masa jabatannya tidak berakhir,” kata Feri dalam acara News Talk virprom.com, Selasa (14/5/2024).

Dalam pasal 23 UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. Ketua Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi, berusia 70 tahun, dan telah mengalami sakit jasmani dan rohani selama tiga bulan sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Baca juga isu ini : Reformasi UU Mahkamah Konstitusi bukan soal mendukung konstitusi, melainkan persoalan politik sementara.

Selain itu, menurut Feri, proses penetapan jabatannya oleh DPR tidak terbuka dan transparan. Tiba-tiba hanya ada satu yang terpilih.

Ia tak lantas main-main dengan Mahkamah Konstitusi, ia menyebut rencana pelonggaran lembaga pengawasan lainnya dilakukan oleh para politisi.

“Padahal konstitusi kita sudah menciptakan sendiri, hanya politisi kita yang melemahkan lembaga administrasi. KY (Komisi Yudisial) dilemahkan, KPK (Komisi Kriminal) dihancurkan, KPU (Komisi Pemilihan Umum) dibentuk secara perlahan. kemerdekaan,” ujarnya. Sebuah perahu.

“Kita harus memahami bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yang seharusnya melindungi konstitusi kita telah melakukan gangguan seperti itu,” lanjutnya.

Baca Juga: DPR Anggap Reformasi UU MK, Ahli: Dipaksakan, Kepentingan Politik Kuat.

Oleh karena itu, Feri mempertanyakan dasar pengujian UU MK yang juga fokus pada masa jabatan hakim konstitusi.

“Jangan kita akui, jika MK ditiadakan seluruhnya, maka tidak ada harapan bagi kita sebagai masyarakat untuk mengeluh kemana ide keadilan ini akan berakhir,” ujarnya.

Ia juga menegaskan, tata kelola politik yang baik harus berada dalam koridor, yaitu konstitusi. Bukan sebaliknya, yakni melanggar konstitusi.

“Menurut saya, politik yang baik adalah politisi dibatasi oleh konstitusi, sehingga harus bermain di koridor. “Politik yang baik bermain di koridor-koridor yang patut diacungi jempol, tidak masuk koridor-koridor dan disebut besar,” kata Feri.

Oleh karena itu, Feri menilai apa yang terjadi belakangan ini, termasuk pengujian UU Mahkamah Konstitusi, merupakan permainan politik yang sudah kacau.

“Bukan sebuah keterampilan politik untuk mogok di koridor. Benar-benar tipuan memabukkan yang hanya ingin diakui sebagai seni politik. “Dan yang terjadi belakangan ini menunjukkan, perbuatan mabuk-mabukan ini membuat kita bangga,” ujarnya.

Baca juga: Uji Coba UU Mahkamah Konstitusi Dinilai Sering Jadi Alat untuk Menjaring Kepentingan, Misalnya Menambah Cabang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top