Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

JAKARTA, virprom.com – Ketua Pengkaji Asosiasi Guru Hukum Publik dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Ose Madril menyampaikan usulan agar ada tiga Kementerian Koordinator (Kemenko).

Di tengah proses persiapan kabinet Prabowo Subianto, ia mulai membahas gagasan penambahan kementerian dalam pembentukan Kabinet Presiden, evaluasi, dan kajian asumsi konstitusi. -Gibran Raqabuming Pemerintahan Raqqa.

Menurut Oche Mardili, kehadiran kementerian koordinator sebaiknya dibatasi hanya tiga. Jika berdasarkan kajian AHTN-HAN.

“Bagusnya, persoalan pembentukan Kabinet Menteri yang tertulis dalam Pasal 3 Pasal 17 UUD bahwa Kementerian harus menyelenggarakan urusan kenegaraan tertentu, dikembalikan. Oleh karena itu, penelitian kita jangan terlalu berlebihan bagi kementerian yang mengoordinasikannya, kata Ose Madril, Rabu (8/5/2024) di acara Sapa Indonesia Malam Kompas TV.

Baca Juga: BRIN Kaitkan Ide Gabung Kementerian Bentuk Koalisi Besar: Diundang ke sana Pasti Ada Bonusnya

Sebab, Kementerian Koordinator disebut tidak mengurusi beberapa urusan negara sebagaimana tercantum dalam UUD 1945. Melainkan hanya koordinasi saja.

“Jadi memang tidak seharusnya diamanatkan dalam UU Kementerian Negara. Kalaupun dibuat, mungkin hanya tiga, jangan terlalu banyak, kata Ose Madril.

Sebelumnya, dia mengatakan, ada dua opsi jumlah kementerian dalam kajian APHTN-HAN, yakni tetap di 34 kementerian, namun nomenklaturnya diubah karena seharusnya mencakup urusan pemerintahan yang saat ini belum tercakup.

Kedua, jika digabungkan, jumlahnya akan berkisar antara 34 dan 41 kementerian. Pertimbangan persoalan kenegaraan dalam UUD harus diperhatikan.

“Kalau kita lihat konstitusi, banyak urusan negara yang disebutkan dan diatur dalam konstitusi, tapi sepertinya tidak tercakup dalam Undang-Undang (UU) Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008,” kata Oche. Madrid. .

Baca juga: Kajian APTHN-HAN Pisahkan Usulan Tambahan Kementerian, Ada 2 Opsi

Ia kemudian mencontohkan urusan pemerintahan yang disebutkan dalam konstitusi namun tidak terselesaikan atau diabaikan, seperti pengelolaan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terpencil, kemasyarakatan lokal, jaminan sosial, serta perpajakan dan pendapatan negara. .

Menurut dia, Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan masyarakat adat, namun Oche mengatakan tidak ada kementerian yang relevan untuk menangani masalah tersebut.

Terkait pulau terluar, disebutkan belum diketahui kementerian mana yang akan menanganinya. Dalam pelaksanaannya diatur dalam Bab Wilayah Negara pada Pasal 25A UUD 1945.

Oleh karena itu, Ose menilai kajian APHTN-HAN fokus pada nomenklatur menteri. Sebab urusan pemerintahan masih dianggap tertulis dalam konstitusi, tapi tidak di tingkat menteri.

“Kalau Skema 34, maka nomenklaturnya harus diubah sehingga mencakup hal-hal seperti pengelolaan perbatasan dan pulau terluar, atau membawa masalah budaya dan perpajakan ke tingkat kementerian,” ujarnya.

Baca Juga: Program Pelayanan Khusus Makan Siang Gratis Disebut Perlu, Proyek Beacon Perlu Dicermati

Namun, jika pilihannya adalah menambah jumlah kementerian, maka undang-undang “Tentang Kementerian Negara” harus diubah. Sebab, jumlah kementerian dibatasi dalam aturan ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top