Sikap Anti-Kompromi Netanyahu: Menyingkap Kompleksitas Perdamaian di Gaza

Pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di depan Kongres AS pada tanggal 24 Juli sangat mengejutkan.

Tidak hanya saya, aktivis perdamaian dan perwakilan internasional juga terkena dampak keprihatinan yang sama.

Menolak keputusan dan fokus pada kemenangan militer Hamas bukan hanya merupakan gejala konflik, tetapi juga merupakan faktor penting yang memperparah konflik antara Israel dan Palestina.

Orientasi ini, yang berakar pada pemahaman terhadap ancaman yang ada, merupakan hasil dari doktrin keamanan Israel yang menempatkan perlindungan sebagai prioritas utama dan meningkatkan suara yang mempertanyakan prospek perdamaian di wilayah yang rentan ini.

Netanyahu membantah bahwa Gaza harus diduduki oleh warga Palestina yang tidak berniat menghancurkan Israel.

Argumen ini konsisten dengan pendekatan realis terhadap hubungan internasional yang menekankan pentingnya kekuasaan dan stabilitas negara dalam sistem dunia yang anarkis.

Seruan Netanyahu untuk demiliterisasi Jalur Gaza dapat dilihat sebagai upaya untuk memaksimalkan keamanan Israel dalam konteks ketidakstabilan regional.

Namun pendekatan ini mengabaikan situasi sosio-politik yang kompleks di Gaza dan potensi jangka panjangnya bagi stabilitas regional.

Terlebih lagi, strategi ini mengabaikan mekanisme yang menyebabkan dan mempertahankan konflik dan berasumsi bahwa keamanan dapat dicapai melalui tindakan militer saja.

Dilihat dari sudut pandang positif, penolakan Netanyahu terhadap perdamaian mencerminkan konstruksi identitas Israel sebagai “negara yang terancam.”

Kisah ini, yang didukung oleh sejarah konflik dan pertentangan di beberapa negara tetangga, telah membentuk pemikiran dan kebijakan negara tersebut.

Oleh karena itu, setiap upaya negosiasi menimbulkan ketidakpercayaan, ketidakpercayaan yang sulit dihilangkan.

Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa komposisi sosial dipengaruhi oleh konflik dan penyelesaiannya mungkin sulit dilakukan.

Mendefinisikan konflik sebagai konflik membatasi ruang rekonsiliasi dan diskusi serta menghalangi kemampuan menemukan solusi yang akan meningkatkan kepuasan kedua belah pihak.

Analisis menggunakan teori permainan memberikan perspektif menarik mengenai strategi Netanyahu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top