Sidang di PTUN, Ketua Tim Hukum PDI-P Sebut Keterangan Saksi Ahli KPU Tak Jujur

JAKARTA, virprom.com – Sidang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) melawan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (8/ 8/2024).

Sidang ini dipimpin Joko Setiono dan beragendakan sidang keterangan ahli KPU. Saksi yang dihadirkan adalah Agus Riewanto, dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS).

Ketua tim kuasa hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun menilai keterangan ahli KPU itu tidak berdasarkan ilmu pengetahuan dan dianggap tidak jujur.

Baca Juga: Sidang PDI-P Melawan KPU Kembali Digelar di PTUN, Urutan Hariannya Dengarkan Keterangan Saksi

 

Gayus mengkritisi pernyataan ahli yang menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemilu tidak boleh dikonsultasikan dengan DPR. Menurut Gayus, pernyataan tersebut bertentangan dengan aturan yang mengharuskan keputusan MK dibahas di parlemen sebelum dilaksanakan.

“Putusan Mahkamah Konstitusi harus dibawa ke DPR atau Presiden RI untuk dilaksanakan sebelum dilakukan sidang umum. Begitulah cara tertulisnya. Tidak perlu ahlinya, bisa saja langsung dilaksanakan, sudah dilakukan dan dicatat tadi, saya keberatan karena itu kejujuran ahli, dosen, tidak jujur,” kata Gayus dalam keterangannya. Kamis.

Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) ini menambahkan, jika pernyataan tersebut dibenarkan maka akan terjadi kekosongan hukum dalam proses pemilu.

“Kalau dibenarkan, KPU menggunakan hukum dalam proses pemilu, terjadi kekosongan hukum. Jadi bukan hukum murni yang digunakan secara keseluruhan,” lanjutnya.

Baca juga: PDI-P Tak Izinkan Pidato Kotak Kosong Pilkada Jakarta Menjadi Kenyataan

 

Gayus juga menegaskan, para saksi harus bisa memberikan keterangan secara jujur ​​dan sesuai dengan pengetahuannya tentang hukum tata negara. “Satu hal yang tidak boleh dilanggar oleh dosen adalah kejujuran,” ujarnya.

Mantan anggota Komisi III DPR RI ini juga menyayangkan saksi yang dihadirkan mengaku tidak tahu banyak. “Itulah kelemahan terdakwa yang memperkenalkan seseorang. Saya tidak mengatakan dia tidak kompeten atau tidak punya kompetensi, dia dosen, dia bekerja di KPUD, artinya dia sangat paham, tapi banyak yang tidak,” ujarnya.

Selain itu, Gayus juga menyoroti perbuatan pengacara terdakwa II Intervensi, yakni Capres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang disebut-sebut melakukan pukulan meja saat ahli diperiksa oleh anggota tim kuasa hukum PDI Perjuangan. . , Alvon Kurnia Palma.

Saat itu, Alvon tengah bertanya kepada para ahli mengenai perlunya keputusan Mahkamah Konstitusi dikonsultasikan kembali oleh pihak yang berwenang atau eksekutif dengan DPR sebagai lembaga legislatif.

Gayus menilai tindakan tersebut merupakan pelecehan atau penghinaan terhadap pengadilan.

Lalu ada sikap yang berakhir dengan aksi protes sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan ketika salah satu kuasa hukum terdakwa atau pihak yang melakukan intervensi membanting meja, ujarnya.

Sementara itu, Alvon menilai keterangan ahli menunjukkan bahwa setiap keputusan Mahkamah Konstitusi harus dikonsultasikan dengan DPR.

“Sebenarnya terlihat kalau untuk pertanyaan itu walaupun saya kurang paham maksudnya, saya jawab sesuai logika mereka, tapi untuk pertanyaannya saya akui saja mereka harus punya kewenangan, lalu yang kedua tidak boleh, itu Mahkamah Konstitusi. Keputusannya langsung dituangkan dalam peraturan KPU, harus konsultasi dulu,” kata Alvon yang merupakan mantan Ketua YLBHI itu.

Baca juga: Tim Hukum PDI-P Pertanyakan Status Hukum Penasehat Hukum KPU Sebagai Penjabat Presiden

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top