Sentil DPR soal Revisi UU MK, Pakar: Dipaksakan, Kental Kepentingan Politik

Jakarta, virprom.com – Ferri Amsari, pakar hukum tata negara sekaligus peneliti Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalus, mengkritisi proses revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang terjadi di DPR RI.

Menurut Ferri, masyarakat tidak pernah memiliki akses terhadap teks akademis yang dapat menjelaskan dasar suatu undang-undang yang mengalami amandemen atau perubahan.

Lebih lanjut, selama tiga kali perubahan UU Mahkamah Konstitusi hingga skema Amandemen Keempat yang berlaku saat ini, DPR kerap mengutak-atik masa jabatan hakim konstitusi.

“Pelajaran akademik juga tidak dibuka. Penting untuk dijelaskan mengapa pemikiran DPR dan pemerintah bolak-balik. Saat ini penambahan masa jabatan terus ditunda, ada model baru yang terus menambah jabatan namun memerlukan konfirmasi (usulan badan). “Dari situlah dasar pemikirannya untuk melihat apa yang terjadi, apakah itu kajian hukum, kajian politik, atau kajian apa pun,” kata Ferry dalam program Nessroom Chat dengan virprom.com, Selasa (14/5/2024). .

Baca juga: Soal Perubahan UU MK, Pakar Sinyal Punya Tujuan Politik

Oleh karena itu, ia menilai Mahkamah Konstitusi merupakan proses penting dalam merevisi undang-undang tersebut. Sebenarnya hal itu berkaitan dengan kepentingan politik.

Mari kita bersikap adil, situasi ini terlihat sangat dipaksakan, suasananya tidak seimbang, kata Ferry.

Apalagi, kata dia, kejadian seperti itu tidak hanya terjadi satu kali dan melibatkan DPR. Ferri kemudian mencontohkan pemberhentian sopan Hakim Konstitusi Aswanto oleh DPR. Proses ini dianggap ilegal karena masa jabatannya belum berakhir.

Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa seorang hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena meninggal dunia, diajukan kepada Ketua Hakim untuk mengundurkan diri atas permintaannya sendiri. , Mahkamah Konstitusi, berusia 70 tahun, dan telah menderita sakit jasmani dan rohani selama tiga bulan, sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya sebagaimana dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Menariknya, MK juga berkepentingan dengan hal tersebut. Pasca kejadian yang menimpa Hakim Aswanto, MK dalam putusannya menyatakan bahwa langkah Hakim Guntur Hamzah menggantikannya merupakan peristiwa salah yang tidak boleh terulang kembali di masa mendatang. masa depan. “Jadi seolah-olah mereka melakukan sesuatu yang legal tapi ternyata ilegal,” ujarnya.

Baca juga: Mengganggu Masa Jabatan Hakim Konstitusi dengan Mengubah Statuta MK Dianggap Sebagai Upaya Meningkatkan Independensi Mahkamah Konstitusi

Dalam kasus Hakim Aswanto, kata Ferry, bukan tidak mungkin para politisi memikirkan strategi lain untuk menyusup dan menyandera MK sebagai penjaga konstitusi. Termasuk juga merevisi UU Mahkamah Konstitusi.

“Bukan tidak mungkin politisi bisa berubah pikiran, mereka bermain dengan teknik yang berbeda, yaitu dengan melakukan amandemen undang-undang (MK) ini, kemudian sehari setelah terpilih mereka akan mengatakan bahwa apa yang terjadi pada amandemen kemarin tidak benar. dilakukan di masa depan, amandemennya dicabut kemarin,” katanya.

Artinya, ketika MK menjadi hakim konstitusi, ada kepentingan politik dalam setiap tindakannya. Bagi saya, apa yang terjadi seharusnya benar-benar menyadarkan kita bahwa para penjaga konstitusi kita tersandera oleh kepentingan politik. ,

Seperti diberitakan, keputusan membawa rancangan undang-undang (RUU) ke Rapat Paripurna tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi diambil dalam rapat Komisi III Pemerintah pada 13 Mei 2025.

Khususnya, pertemuan yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkouham) Yasona Laoli selaku perwakilan pemerintah itu digelar saat masa reses DPR.

Baca juga: Konsensus Bawa Amandemen UU MK ke Rapat Penuh: Ditolak pada Masa Mahfud, Disetujui pada Masa Hadi

Kemudian, dalam draf akhir perubahan UU MK yang diperoleh virprom.com, disisipkan Pasal 23A tentang masa jabatan hakim konstitusi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top