Satu Dekade Dana Desa: Janji Pembangunan yang Terkikis Korupsi dan Birokrasi

Sejak diperkenalkan pada tahun 2014, program Dana Desa diharapkan dapat menjadi alat kebijakan revolusioner untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah di Indonesia.

Dengan alokasi keuangan yang signifikan – pemerintah telah menghabiskan lebih dari Rp 400 triliun antara tahun 2015 dan 2024 – program ini bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kemiskinan di tingkat pedesaan.

Namun, setelah sepuluh tahun, muncul pertanyaan penting: apakah yayasan benar-benar mencapai tujuan mulia mereka, atau apakah janji mereka dirusak oleh korupsi dan birokrasi yang meluas?

Ketika Dana Desa pertama kali dibentuk, banyak orang yang optimis bahwa dana ini merupakan langkah revolusioner untuk memperkuat pembangunan pedesaan.

Pada tahun 2015, alokasi awal sebesar Rp 20,76 triliun disalurkan ke lebih dari 74.000 desa di seluruh Indonesia.

Alokasi ini meningkat setiap tahunnya, mencapai Rp72 triliun pada tahun 2022 dan sedikit menurun menjadi Rp68 triliun pada tahun 2024 karena penyesuaian anggaran pemerintah.

Dana desa bertumpu pada tiga pilar utama: pembangunan infrastruktur, pembangunan ekonomi pedesaan, dan pemberdayaan masyarakat.

Data Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Migrasi menunjukkan, dalam sepuluh tahun, dana desa digunakan untuk membangun lebih dari 200.000 kilometer jalan pedesaan, 1.200 jembatan, 22.000 unit air bersih, dan ribuan fasilitas kesehatan dan pendidikan. . objek.

Selain itu, program ini menciptakan lebih dari 4,2 juta lapangan kerja di pedesaan.

Namun, di balik pencapaian tersebut terdapat kenyataan pahit yang sulit untuk diabaikan: banyak proyek gagal, kualitas pembangunan buruk, dan dana tidak mengalir ke tempat yang tepat. Alasan utamanya? Korupsi dan birokrasi menjadi kendala. Korupsi dan birokrasi

Korupsi merupakan masalah utama yang meresahkan pimpinan BPR. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sepanjang tahun 2015 hingga 2024, ditemukan lebih dari 900 kasus korupsi terkait dana desa dengan kerugian negara mencapai lebih dari Rp 1,5 triliun.

Cara korupsinya bermacam-macam: mulai dari penggelembungan anggaran proyek, proyek khayalan, hingga pengurangan uang pejabat desa dan daerah.

Kasus menarik terjadi di wilayah Malang, Jawa Timur, dimana kepala desa dan perangkat desa lainnya terlibat dalam penggelapan dana desa sebesar Rp 2,4 miliar.

Uang yang seharusnya digunakan untuk pembangunan fasilitas kesehatan dan jalan pedesaan masuk ke kantong pribadi pegawai desa.

Masalah korupsi ini meningkat karena kurangnya transparansi dalam pengelolaan dana. Di banyak desa, masyarakat kurang memiliki informasi yang cukup mengenai penggunaan dana desa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top