Revisi UU MK Dinilai Cenderung Jadi Alat Sandera Kepentingan, Misalnya Menambah Kementerian

JAKARTA, virprom.com – Pakar hukum tata negara sekaligus peneliti Pusat Kajian Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengungkapkan, pengujian undang-undang (UU) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) biasanya selalu untuk kepentingan hakim. sandera politik.

Sebab, menurut Fer, pembahasan reformasi Undang-Undang Tata Negara selalu dekat dengan beberapa undang-undang yang bermasalah. Oleh karena itu, ditengarai menjadi alat penyanderaan hakim konstitusi, seperti pada masa UU Cipta Kerja dan UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Pembahasan ini sudah beberapa kali dilakukan dan selalu terkait dengan berbagai undang-undang yang bermasalah, termasuk UU Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Sehingga terkesan DPR melakukan perubahan terhadap undang-undang tersebut tanpa memikirkan secara matang bagaimana cara memperbaikinya,” kata Feri dalam acara tersebut. ruang Obrolan Editorial dengan virprom.com pada Selasa (14 Mei 2024).

Seperti diketahui, UU MK mengalami revisi pada tahun 2020, lahirnya UU Nomor 7 Tahun 2020 Perubahan Ketiga UU MK Nomor 24 Tahun 2003.

Jika kita menengok ke belakang, pada tahun 2020 ini Mahkamah Konstitusi sedang menangani pengujian formal terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan pengujian materiil Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Pengelolaannya. pandemi corona.

Baca juga: DPR Tolak Uji Coba UU Mahkamah Konstitusi, Ahli: Kepentingan Politik Kuat dan Memaksakan

Jadi sepertinya mainnya yang sebenarnya adalah UU MK dijadikan kewenangan untuk menyandera hakim konstitusi. kita akan mengubahnya,” kata Feri.

Feri juga mengatakan ada kecenderungan reformasi UU Mahkamah Konstitusi yang diputuskan untuk dibawa ke sidang paripurna dalam rapat rahasia untuk memperjelas kepentingan pemerintahan berikutnya. Salah satunya terkait Undang-Undang (UU) Kementerian Negara Nomor 39 Tahun 2008.

Sebab, penambahan jumlah kementerian di pemerintahan Rakabuming Raka era Prabowo Subianto-Gibra sudah menjadi isu umum.

“Jika melihat konteks politik saat ini, saya berpendapat bahwa perdebatan mengenai reformasi UU Mahkamah Konstitusi saat ini cenderung menjadi alat untuk menyandera kepentingan Pemerintah, khususnya dalam perdebatan mengenai undang-undang negara. ,” dia berkata.

Baca juga: Soal Reformasi UU MK, Pakar Sinyal Punya Tujuan Politik

Menurut Fer, akan sulit menerbitkan peraturan pemerintah selain undang-undang (perppu) mengingat kebutuhan penambahan jumlah kementerian.

Sebab, pemberian Perpu semata-mata untuk mengubah jumlah kementerian berdasarkan UU Menteri, menurutnya, tidak memenuhi tiga syarat pemberian Perpu, yakni adanya kekosongan hukum; Memang ada undang-undang, tapi tidak menyelesaikan masalah; dan pembuatan undang-undang membutuhkan waktu yang lama, meskipun situasinya mendesak.

“Ini dijadikan alat negosiasi, misalnya menambah jumlah kementerian, karena kalau presiden mencoba (menghitung) Perppu, dia kehilangan konteks konstitusionalnya,” kata Feri.

“Jadi menurut saya ini tersandera kepentingan hakim konstitusi yang keras kepala karena berusaha membela nilai konstitusi, bukan kepentingan politik politisi,” lanjutnya.

Baca juga: Perubahan Amanah Hakim Konstitusi dengan Revisi UU MK Dinilai Sebagai Upaya Tingkatkan Independensi MK

Sekadar informasi, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di luar dugaan menggelar rapat pembahasan revisi Undang-Undang Kementerian Negara pada Selasa lalu.

Bahkan, mantan Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi tai Awiek menyebut belum ada pembahasan di DPR untuk merevisi undang-undang tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top