Resolusi Haji 2024: Skema Murur yang Melindungi Puluhan Ribu Lansia

Banyak orang mungkin terkejut sejak Kementerian Agama RI memperkenalkan istilah “mesin pemotong rumput” yang artinya “melewati” atau “melewati”.

Tindakan ini bukan hanya sekedar kebijakan, namun merupakan komitmen serius demi keselamatan dan kenyamanan jamaah haji, khususnya lansia.

Tahun ini, 241.000 jamaah haji Indonesia, termasuk 67.000 lansia, merasakan dampak nyata dari pendekatan ini.

Pelayanan khusus bagi lansia tidak menjadi prioritas dalam penyediaan kursi dan kursi roda. Ada bantuan khusus agar ibadah mereka tenang dan nyaman.

Bukan sekadar pengabdian, melainkan bentuk penghormatan terhadap “nilai kemanusiaan” Islam. Di sini kita melihat bagaimana agama dan kebijakan publik bersatu secara harmonis.

Pada dasarnya, itinerary ini melibatkan jamaah yang bergerak langsung dari Arafah melalui Muzdalifah ke Mina tanpa henti. Saat melewati Muzdalifah, jamaah tetap berada di dalam kendaraannya. Sehingga tidak terjadi penumpukan massa di kawasan tersebut.

Berbeda dengan pengaturan biasanya jemaah bermalam di Muzdalifah setelah Wakaf di Arafat. Sekitar 55.000 jamaah haji Indonesia mengikuti Morur tahun ini.

Baca: 55.000 Jamaah Indonesia Ikuti Prosesi di Muzdalifah Usai Wakaf.

Mengingat terbatasnya ruang yang tersedia, implementasi rencana ini menjadi sangat penting. Misalnya pada tahun 2024, luas Muzdalifah yang dapat diakses jamaah haji Indonesia akan menjadi sekitar 62.350 meter persegi setelah dikurangi luas yang digunakan untuk pembangunan toilet.

Dengan jumlah jemaah yang banyak, kepadatan ini dapat membahayakan keselamatan mereka. Rencananya jamaah tidak menginap malam dan melewati Muzdalifah dan langsung menuju Mina.

Kebijakan yang diberlakukan pada tahun 2022 ini kini telah direvisi. Pengaturan ini mengurangi risiko kepadatan berlebih dan membuat perjalanan lebih efisien dan aman.

Bukan sekedar solusi logistik, namun juga mewujudkan prinsip “menjaga diri” yang melindungi keselamatan hidup yang merupakan pilar hukum Islam.

Penerapan rencana peninjauan kembali mempunyai dasar hukum yang kuat secara yurisprudensi. Apabila kondisi di lapangan menunjukkan kemungkinan terjadinya bahaya yang serius. Tindakan untuk mengurangi risiko-risiko ini tidak hanya dibenarkan namun juga perlu.

Dalam hal ini, Fatwa Pengurus Besar Nahdat Ulama (PBNU) Suriah mempunyai dasar pemikiran yang kuat: kondisi Muzdalifah yang memprihatinkan merupakan “usaha” yang sah untuk meninggalkan Mabit.

Asas fikih “Dar al-Mufasid Muqaddam al-Jalil Mashalih” – mendahulukan keburukan dibandingkan kemaslahatan – menekankan pentingnya keselamatan jamaah dan juga menjadi dasar pelaksanaan rencana ini.

Perhatian terhadap keamanan dan kenyamanan jamaah haji terlihat dari dedikasi para petugas haji. Dengan 4.200 petugas terlatih, setiap jemaat mendapatkan rasio bantuan terbaik untuk mendapatkan perhatian yang mereka butuhkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top