Reposisi Kedudukan Dewan Pertimbangan Presiden

Perbincangan di ruang publik mengenai perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Dewan Presiden masih sedikit marak. Sebagian besar suara yang terdengar tidak koheren.

Opini masyarakat menduga Rancangan Undang-Undang (RUU) Dewan Presiden (Wantimpres) tak lain hanyalah upaya menyatukan politik dan membagi kekuasaan yang dilakukan presiden terpilih Prabowo Subianto di masa transisi pemerintahan ini.

Dengan kata lain, RUU Wantimpres lebih banyak menimbulkan kontroversi politik dibandingkan manfaatnya di mata masyarakat.

Meski demikian, Presiden dan DPR RI tetap bekerja. Terakhir, melalui Badan Legislasi (Baleg), DPR RI menyetujui usulan Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Dewan Presiden yang akan dibahas dalam pembahasan Tingkat II pada Rapat Paripurna DPR RI.

Artinya, dalam waktu dekat usulan Wantimpres akan diubah menjadi undang-undang.

Jika kita mencermati rancangan RUU Wantimpres saat ini, maka isi perubahan dalam undang-undang ini yang patut diperhatikan adalah perubahan nama Dewan Presiden menjadi Dewan Presiden Republik Indonesia (Wantimpres RI).

Perubahan inti itu berubah dari semula kembali ke istilah Dewan Pertimbangan Agung (DPA), namun akhirnya yang disepakati adalah Wantimpres Republik Indonesia.

Kemudian pada saat Wantimpres RI disahkan menjadi lembaga negara yang dipimpin oleh presiden, status anggota Wantimpres RI juga diubah menjadi pejabat negara.

Selain itu, pengisian jumlah anggota Wantimpres RI menjadi tidak terbatas sesuai kebutuhan presiden.

Selain itu, ada syarat anggota Wantimpres RI tidak bisa menduduki jabatan seperti PNS, pejabat konstruksi di pemerintahan, atau pejabat lainnya.

Terkait larangan rangkap jabatan, sudah ada klausul sebelumnya yang melarang pimpinan partai politik, pimpinan organisasi kemasyarakatan, pimpinan lembaga swadaya masyarakat, pimpinan yayasan, pimpinan BUMN atau swasta, pimpinan organisasi profesi, dan pejabat lembaga. pada perguruan tinggi negeri dan swasta dikeluarkan dari keanggotaan Wantimpres dan tidak berlaku lagi.

Dalam artikel ini, saya mencoba memberikan sudut pandang berbeda terhadap pandangan Bill Wantimpres dibandingkan wacana publik kebanyakan.

Saya merasa lebih sependapat dengan pembentuk undang-undang karena kehadiran Wantimpres selama ini masih sedikit terlihat peran dan manfaatnya, apalagi pasca amandemen konstitusi UUDNRI Tahun 1945.

Kedudukan Wantimpres RI dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang termuat dalam RUU tersebut memberikan pemahaman tentang penguatan konsep demokrasi deliberatif yang dianut Indonesia berdasarkan Pancasila.

Konsep ini sebenarnya bukanlah hal baru. Sebelum amandemen konstitusi, keberadaan DPA masih dalam semangat demokrasi deliberatif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top