Regulasi Emosi: Kunci Keharmonisan Hidup

Oleh Duik Samatha Sukmasar, Clarissa Aniela, Evelyn Natania dan Ph.D. Naomi Soetico, M.D., Psikolog*

Harmoni dalam kehidupan bermasyarakat tidak selalu mudah dicapai. Seringkali gangguan datang dalam bentuk konflik antara kita dan orang lain.

Konflik dapat berkisar dari pertengkaran kecil, seperti perselisihan verbal, hingga perkelahian fisik.

Timbulnya konflik juga tidak memandang ruang dan waktu. Konflik dapat terjadi di dunia nyata maupun di ruang maya. Konflik juga bisa muncul dalam jangka pendek atau panjang.

Selain mengganggu keharmonisan, konflik yang muncul juga berdampak pada keselamatan dan ketertiban lingkungan sekitar kita.

Menurut Simon dalam buku “Definisi dan Pendekatan Konflik dan Komunikasi, Putnam, L. L. (2006)” konflik muncul karena perbedaan kepentingan antar manusia dalam kehidupan sosial.

Banyak konflik yang muncul dari hal-hal sepele seperti rumor, perbedaan gaya hidup, perbedaan pendapat, dan perilaku yang mengkritik orang lain.

Selain itu, konflik juga bisa disebabkan oleh penghinaan. Misalnya, perkataan yang tidak disengaja bisa melukai perasaan orang lain, meski hanya sekedar lelucon.

Konflik pribadi seringkali disebabkan oleh kesulitan dalam mengendalikan emosi. Hal ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk orang dewasa.

Kesulitan mengendalikan emosi seperti marah, cemburu, frustasi, sedih, cemas, takut, dan emosi negatif lainnya dapat menimbulkan ketegangan yang pada akhirnya merusak hubungan pribadi.

Ketegangan ini dapat membahayakan Anda dan orang lain dalam interaksi sehari-hari.

Orang yang mudah tersinggung mungkin akan cepat merasa sakit hati dan bereaksi dengan amarah.

Ada banyak cara untuk mengungkapkan kemarahan, seperti mengumpat, memukul dan melempar benda, bahkan menganiaya orang lain secara fisik.

Terkadang, setelah mengungkapkan kemarahan melalui kata-kata kasar dan suara keras atau bahkan tindakan fisik, muncul perasaan menyesal.

Di sisi lain, ada orang yang tidak mudah mengungkapkan amarahnya dan cenderung memendam emosinya. Jika emosi yang ditekan tidak dikelola dengan baik, suatu saat emosi tersebut mungkin muncul dalam situasi yang tidak terduga.

Bagi orang yang mempunyai perasaan duka, terkadang sulit untuk berhubungan dengan orang lain. Mereka mungkin menghindari pergaulan atau mungkin tidak ingin pergi ke tempat favorit yang biasa mereka kunjungi.

Terkadang mereka lebih suka menyendiri. Sikap seperti itu pada akhirnya berpotensi mengganggu keharmonisan hubungan sosial mereka.

Emosi muncul sebagai bentuk reaksi cepat ketika peristiwa atau situasi tertentu terjadi. Terkadang kita menyikapi hadirnya emosi negatif dengan melakukan tindakan yang justru dapat merugikan diri sendiri atau orang lain.

Emosi negatif yang tidak terkendali berpotensi berdampak negatif terhadap kesehatan fisik dan mental serta dapat berujung pada perilaku berisiko seperti bunuh diri.

Kita harus ingat bahwa kita hanya bisa mengendalikan emosi kita sendiri, bukan emosi orang lain.

Oleh karena itu, mengenali dan mengelola emosi yang muncul dalam diri kita merupakan langkah awal yang penting dalam mengatasi konflik dan menjaga keharmonisan hubungan kita dengan orang lain.

Mari kita pahami bagaimana emosi muncul dan cara mengaturnya pada penjelasan berikut ini.

Menurut Gross dan Thompson dalam The Handbook of Emotions karya Lewis and Friends (2010), emosi muncul dari interaksi antar individu dan situasi.

Misalnya, ketika kita sedang makan malam dan seseorang secara tidak sengaja menumpahkan gelasnya (situasi), hal itu menarik perhatian (attention) kita.

Jika kita mengira orang tersebut sengaja melakukannya (menghakimi), kita mungkin akan marah (merespons). Namun, jika kita yakin bahwa itu kecelakaan karena orang tersebut terburu-buru (menilai), kita mungkin tidak akan marah.

Lewis dan kawan-kawan juga menjelaskan bahwa emosi bisa disebabkan oleh banyak hal, seperti perubahan yang terjadi pada pikiran kita, baik itu berupa perubahan yang dialami tubuh maupun perubahan cara berpikir kita terhadap suatu hal.

Selain itu, emosi juga bisa dipicu oleh orang lain atau peristiwa di luar kendali kita, seperti suara keras yang mengganggu, perpisahan dengan orang yang kita cintai, dan sebagainya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top