Reformasi Seleksi Calon Kepala Daerah

Dengan segera dimulainya pemilihan Kepala Departemen (pilkada) yang kompetitif, ketegangan politik telah meletus di berbagai kalangan.

Kandidat mulai bermunculan dan partai politik bermanuver untuk memilih kandidat terbaik menurut versi mereka.

Namun di balik euforia demokrasi, perlu ada kritik mendalam apakah proses pemilu daerah yang ada benar-benar mampu melahirkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas.

Meski proses Pilkada bertujuan untuk memilih pemimpin yang mampu memajukan daerah, namun pada praktiknya tidak selalu demikian.

Produk-produk Pilkada yang menjadi produk andalan daerah seringkali tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan. Banyak di antara mereka yang terlibat dalam berbagai pelanggaran hukum, salah satunya korupsi.

Situasi ini tidak hanya mencoreng citra daerah, namun juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi.

Misalnya, pada tahun 2004 hingga Januari 2022, KPK menangkap sedikitnya 22 gubernur dan 148 bupati/wali kota atas dugaan korupsi, penyalahgunaan jabatan, penerimaan gratifikasi, dan pelanggaran lainnya.

Tak berhenti sampai di situ, pada tahun 2023 saja, KPK menetapkan 1 gubernur dan 5 bupati/wali kota sebagai tersangka.

Namun angka-angka tersebut hanyalah puncak gunung es. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sebanyak 253 kepala daerah telah menjadi tersangka korupsi sepanjang tahun 2010 hingga Juni 2018, ditambah kasus-kasus yang diungkap oleh kejaksaan dan kepolisian.

Sementara pada tahun 2021 hingga 2023, terdapat 61 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi.

Berdasarkan data dan informasi yang diuraikan di atas, korupsi di kalangan pejabat daerah merupakan permasalahan yang perlu diatasi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Memang, perbincangan publik bahwa Pilkada dianggap sebagai tempat berkembang biaknya calon koruptor bukanlah hal yang aneh. Sebab, sebagian kepala daerah ada yang terlibat korupsi.

Peristiwa ini menunjukkan keprihatinan yang mendalam terhadap integritas calon kepala daerah. Banyak yang kecewa karena pilkada akan menghasilkan pemimpin yang bersih dan jujur.

Mereka menilai sistem politik dan pemerintahan yang ada saat ini memberikan peluang terjadinya korupsi.

Hal ini menimbulkan keraguan terhadap proses demokrasi lokal, dimana masyarakat meragukan integritas dan kompetensi calon peserta Pilkada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top