Putusan MK: Napas Baru bagi Demokrasi atau Ancaman Stabilitas Politik?

PADA 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan yang berdampak besar terhadap sistem politik Indonesia.

Keputusan Nomor MK 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora mengubah aturan pencalonan kepala daerah di Pilkada secara signifikan.

Keputusan ini merupakan implementasi dari penurunan standar bagi partai politik untuk mengangkat kepala daerah dan menetapkan usia minimal calon kepala daerah.

Dampaknya terhadap demokrasi dan stabilitas politik dengan cepat menimbulkan perbedaan pendapat dari berbagai pihak.

Salah satu faktor utama keputusan tersebut adalah berkurangnya jumlah kepala daerah dari rata-rata 25 persen atau 20 kursi di parlemen menjadi hanya 7,5 persen dari total kursi yang diperoleh masing-masing partai.

Secara teori, langkah ini dipandang sebagai upaya memperkuat demokrasi di Indonesia. Dalam demokrasi yang sehat, akses yang adil bagi kelompok minoritas untuk mencalonkan kandidatnya sangatlah penting.

Di masa lalu, batasan atas seringkali menjadi penghalang bagi kelompok minoritas, sehingga memaksa mereka untuk bergabung dengan organisasi yang lebih besar yang dapat membatasi pilihan pemilih (Liddle, 2022).

Dengan batasan yang lebih rendah, Mahkamah Konstitusi membuka pintu bagi lebih banyak partai untuk mengikuti Pilkada. Hal ini tidak hanya meningkatkan persaingan, tetapi juga meningkatkan pilihan masyarakat di berbagai bidang.

Di daerah seperti Sulawesi Selatan, Jakarta, Banten, dan Sumatera Utara yang sebelumnya terancam “kotak kosong”, kini terbuka peluang lebih banyak calon bersaing sehingga memperkuat proses demokrasi di tingkat daerah (Menchik, 2023).

Namun dampak marginalisasi juga menimbulkan potensi tantangan baru, terutama dalam konteks organisasi politik di tingkat lokal.

Sampai batas tertentu, organisasi-organisasi kecil yang dulunya bersekutu dengan partai-partai besar untuk memenuhi syarat, kini dapat mencalonkan kandidat mereka sendiri tanpa membentuk aliansi.

Hal ini berpotensi menimbulkan perpecahan dalam koalisi yang ada, dan menciptakan kekuatan politik baru yang belum pernah terjadi sebelumnya di banyak bidang (Aspinall, 2024).

Namun inovasi baru ini membawa risiko tersendiri. Fragmentasi politik dapat menimbulkan ketidakstabilan di tingkat daerah, terutama jika partai-partai besar kehilangan kendali atas organisasinya.

Selain memberikan lebih banyak pilihan kepada pemilih, kemungkinan konflik antar partai besar juga dapat mengganggu stabilitas politik di tingkat regional. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat pentingnya stabilitas politik dalam menjaga kelangsungan pemerintahan yang efektif dan efisien (Suryadinata, 2023).

Selain pengurangan batasan, putusan MK juga menetapkan batas usia minimal bagi calon kepala daerah, yakni 30 tahun untuk gubernur dan 25 tahun untuk walikota dan wakilnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top