Pimpinan DPR Sebut Jurnalistik Investigasi Harus Diatur dalam RUU Penyiaran, Ini Alasannya

 

 

JAKARTA, virprom.com – Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pemaparan debat penelitian tidak boleh dilarang dalam rancangan Undang-Undang (RUU) Reformasi baru atau Maret 2024. 

Meski demikian, Dasco mengaku DPR dan pemerintah tengah menyiapkan RUU penerbitan untuk melihat apakah jurnalisme investigatif bisa berjalan lancar.

Ia mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan tidak sesuai dengan kebenarannya sehingga perlu diverifikasi.

Dasco saat rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 14/5/2024).

“Ada kasus yang hasil penyidikannya benar, tapi kemarin kita lihat separuh penyidikannya sudah selesai, ya begitulah adanya.

Baca juga: Publikasi Jurnalisme Investigasi Dilarang dalam RUU Periklanan

Menurut Dasco, Komisi I DPR telah meminta adanya masa konsultasi terhadap RUU pemberitahuan tersebut.

Ia meyakinkan akan mencari solusi yang lebih baik atas permasalahan yang tertuang dalam RUU Pemberitahuan tersebut setelah mendapat masukan dari berbagai media.

“Iya, itu urusan hukum, jadi mungkin kita akan ngobrol dengan teman-teman bagaimana kita bisa memastikan semuanya berjalan lancar, haknya tetap ada, tapi masalah bisa diminimalisir,” kata Dasco.

Sebelumnya, jurnalisme investigatif swasta dilarang dalam Undang-Undang Reformasi Hukum (RUU) Penyiaran versi terbaru hingga Maret 2024.

Selain jurnal penelitian, 10 publikasi dan informasi dilarang karena tidak memenuhi Standar Jaminan Sosial (SIS). Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 50B ayat (2).

Antara lain, media dilarang mempublikasikan informasi tentang ilmu gaib, pengobatan supranatural, dan berita negatif serta teknik hiburan melalui biro iklan atau internet.

Oleh karena itu, dilarang memberikan informasi mengenai kepentingan politik yang berkaitan dengan pemilik dan/atau pengurus organisasi media dan pengguna internet.

Baca juga: Kementerian Data dan Informasi: Perlukah Media Diusut, Perlukah Dilarang…?

RUU tersebut memberikan sanksi bagi pelanggaran undang-undang pada ayat (2), dimulai dengan teguran tertulis, beralih ke jam pemberitahuan, mengurangi waktu pemberitahuan hingga berita dan informasi yang meresahkan, menghentikan iklan jangka pendek, pembayaran, atas permintaan pembatalan pekerjaan. izin informasi. (IPP) ).

Sanksi tersebut tertuang dalam pasal 50B ayat (3).

Namun sebelum pemaparan panel, pihak pelapor diberi kesempatan untuk menjelaskan dan berhak memberikan tanggapan.

Tak hanya itu, pasal 50B ayat (4) menyebutkan saksi dapat dipidana berupa teguran dan/atau larangan hadir.

Terakhir, dalam RUU tersebut disebutkan Komisi Media Indonesia (KPI) dapat membentuk kelompok ahli untuk mengusut pelanggaran SIS dan aturan etika media (P3).

Baca Juga: Kampanye Pendaftaran Identitas LGBT Diblokir

Dalam RUU pemberitahuan tersebut disebutkan bahwa persiapan, pelaksanaan, dan komunikasi P3 akan dilakukan KPI setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR. Undang-undang ini disebutkan dalam Pasal 48 ayat (2).

Demikian pula SIS disusun dan diputuskan oleh KPI setelah berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50A ayat (3). Dengarkan berita terbaru dan pilih berita di perangkat seluler Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk bergabung dengan Saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top