Pilkada dan Pasar Kebodohan

Saya semakin sampai pada kesimpulan bahwa undang-undang saat ini sesuai dengan wajah mereka yang berkuasa.

Triad politik akhir-akhir ini menjadi semakin tidak relevan dengan tujuannya karena lembaga eksekutif begitu kuat (eksekutif itu berat) sehingga dua lembaga lainnya (legislatif dan yudikatif) hanyalah sisa-sisa ekses dari eksekutif.

Sistem checks and balances masih menjadi dokumen yang lemah dalam lanskap ketatanegaraan, meskipun kekuasaan presiden diubah pada awal reformasi.

Keputusan Mahkamah Agung no. Keputusan 23 P/HUM/2024 yang memenuhi tuntutan pembatasan penentuan usia calon kepala daerah merupakan contoh dan bukti bahwa hipotesis di atas benar dan jelas.

Tekad politik dalam keputusan ini sangat jelas dan telanjang.

Bagi kaum positivis, keputusan tersebut tentu saja sah dan tidak mengandung cacat etika maupun moral. Namun, dengan kedok positivis ini, pihak berwenang mencari legitimasi, bahkan mungkin legitimasi kepentingan mereka.

Membersihkan kepentingan politik melalui lembaga peradilan lebih efektif dibandingkan arena atau bentuk kompromi lainnya.

Parodi hukum di atas sekali lagi hanya menghancurkan sentimen masyarakat pasca tragedi peradilan (Mahkamah Konstitusi) menjelang pemilu legislatif pada 14 Februari 2024.

Maka setujulah dengan apa yang dikatakan Baudrillard dalam bukunya “Simulation”, bahwa realitas hukum tidak ada kaitannya dengan masyarakat.

Dengan demikian, hukum masa kini tidak sepenuhnya bertentangan dengan realitas masyarakat, melainkan merupakan hasil simulasi hukum yang mengandung manipulasi, substitusi kepentingan, intimidasi, dan penyanderaan.

Artinya hukum sebagai wujud bersentuhan dengan entitas politik, hukum mengalami perubahan dan penilaian yang sejenis pada wujud itu sendiri, sehingga merusak asas, hakikat, isi, kondisi umum, dan paradigmanya.

Lebih tepatnya, hukum menjadi terpisah dari cita-cita, hakikat dan tujuan hukum itu sendiri akibat munculnya suatu hal yang tersembunyi, yaitu kekuasaan.

Akibatnya, kebenaran tidak lagi ditemukan, melainkan tercipta di pabrik yang kini disebut keadilan dan merupakan praktik perselingkuhan hukum dan politik atau meminjam Yasraf Piliang, ikonografi hukum. Jejaring sosial: pasar kebodohan 

Setelah pemilu legislatif (pileg) demokratis selesai pada 14 Februari 2024, masyarakat kini menghadapi pemilihan kepala daerah (Pilkada) pada 27 November 2024.

Pilkada yang akan diselenggarakan akan memiliki cita rasa yang sama dengan pemilu legislatif, namun dengan cita rasa yang berbeda.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top