Periksa 3 Manajer Perumda Sarana Jaya, KPK Dalami Pembayaran Lahan di Rorotan

JAKARTA, virprom.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus pembelian dan pelunasan tanah di Rorotan, Cilincing, Batavia Utara yang diduga merugikan negara ratusan miliar rupee.

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penyidik ​​telah memeriksa tiga direktur perusahaan publik di kawasan Sarana Jaya (Perumda) milik Pemprov DKI Jakarta.

“Kami sedang mengkaji proses pembebasan dan pembongkaran lahan di Rorotan,” kata Tessa dalam keterangannya, Rabu (17/7/2024).

Tiga Junior Manager Sub Bagian Pertanahan Perumda Pembangunan Sarana Jaya mulai tahun 2018 hingga menghadirkan I Gede Aldi Pradana.

Baca juga: KPK Larang WNA ke Luar Negeri Akibat Kasus Rorotan

Kemudian, Senior Manager Keuangan dan Akuntansi Perumda Sarana Jaya, Mohamad Wahyudi Hidayat dan Kepala Unit Perencanaan dan Pengembangan (UPP) Perumda Sarana Jaya, Slamet Riyanto.

Ketiga penyidik ​​memenuhi panggilan dan memeriksa Gedung KPK Merah dan Sabatavia pada Selasa (16/7/2024).

“Semuanya ada di sini,” kata Tessa.

Pada Senin (15/7/2024), penyidik ​​juga memeriksa dua mantan pengurus Perumda Sarana Jaya.

Mereka adalah Senior Manager Pengembangan Bisnis Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2018 dan 2019, Maulina Wulansari dan mantan Senior Manager dan Sumber Daya Manusia Perumda Sarana Jaya, Sri Lestari.

“Kami akan mendalami keputusan manajemen Jaya Jaya di Rorotan terkait pembebasan lahan,” kata Tessa.

Pada hari yang sama, penyidik ​​juga menggeledah Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (TEP) Donald Sihombing.

“Ditanya tentang operasional PT TEP,” kata Tessa.

Baca juga: Kasus Rorotan, KPK Sebut Selisih Nilai Tanah Calo Hingga Rp 400 Miliar.

Sekadar informasi, kasus dugaan korupsi di Rorotan merupakan pengembangan penipuan pengadaan tanah di Jakarta yang dilakukan oleh Perumda Sarana Jaya, perusahaan BUMD milik Pemprov DKI Batavia.

Asep Guntur Rahayu, Kepala Unit Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi, mengungkapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan dalam kasus ini terdapat selisih harga pembelian yang dilakukan pemerintah sebesar Rp 400 miliar dibandingkan harga yang diberikan pemilik asli. tanah.

“Investasi di Rorotan yang saya sebutkan tadi sekitar Rp 400, Rp 400 miliar. Ini penting,” kata Asep Guntur Rahayu, Direktur Komisi Penyelidik, kepada Post, Kamis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top