Penayangan Eksklusif Jurnalistik Investigasi Dilarang dalam Draf RUU Penyiaran

JAKARTA, virprom.com – Siaran eksklusif pers investigatif adalah pemberitaan konten dan konten yang dilarang dalam rancangan Perubahan Undang-Undang (RUU) Penyiaran terbaru atau versi Maret 2024.

Selain publikasi berita investigasi, 10 konten siaran dan konten juga dilarang karena tidak mematuhi aturan Standar Konten (SIS). 50B UU ini. Pasal (2) memuat.

Antara lain dilarang mempublikasikan konten dan konten yang mengandung misteri, terapi supernatural, dan informasi negatif serta desain hiburan pada media penyiaran atau platform digital.

Pada saat itu juga dilarang menyampaikan konten siaran yang berkaitan dengan kepentingan politik pemilik dan/atau pengelola lembaga penyiaran dan penyelenggara platform penyiaran digital.

Baca selengkapnya: AJI menilai pasal-pasal tertentu di RUU Penyiaran Ulang mengancam kebebasan pers

RUU tersebut juga mengatur mengenai sanksi terhadap pelanggaran undang-undang yang terdapat pada ayat (2), mulai dari teguran tertulis, perubahan waktu acara, pengurangan durasi siaran dan isi pertanyaan, penghentian sementara siaran selama rekomendasi pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)

Sanksi administratif tersebut diatur dalam Pasal 50B. Pasal (3) memuat.

Namun, sebelum mencopot saksi administratif tersebut, lembaga penyiaran diberi penjelasan dan hak jawab.

Selain itu, 50B. Pasal (4) menyebutkan bahwa lembaga penyiaran dapat dikenakan sanksi berupa peringatan dan/atau larangan.

Baca Juga: KPI yang Dimodifikasi Dapat Mengontrol Konten Netflix & Layanan Serupa

Nantinya, dalam RUU tersebut disebutkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bisa membentuk panel ahli untuk mengusut pelanggaran SIS dan kode etik penyiaran (P3).

RUU Distribusi juga menyebutkan bahwa persiapan, komitmen, dan sosialisasi P3 dilakukan KPI setelah konsultasi pertama dengan DPR. Undang-undang ini terkandung dalam Pasal 48 (2).

Demikian pula, SIS didefinisikan sebagai KPI di bagian 50A. menurut ketentuan Pasal 2 ayat (3), disusun dan ditetapkan setelah konsultasi pertama dengan DPR.

Ikatan Jurnalis Independen (AJI) sebelumnya menolak rancangan undang-undang tentang penyiaran ulang (RUU) karena dianggap mengancam kebebasan pers.

Pengurus Nasional AJI Bayu Wardhana mengatakan, KPI diminta menyusun batas waktu rilis media sosial P3 bagi lembaga penyiaran, operator, platform media digital, dan masyarakat umum setelah berkonsultasi dengan DPR.

Baca juga: Perubahan UU Baleg Distribusi

Padahal, berdasarkan undang-undang yang masih berlaku, KPI merupakan lembaga independen yang membuat pedoman sendiri tanpa berkonsultasi dengan DPR.

“RUU ini mensyaratkan, jika ingin diubah atau diubah, harus berkonsultasi dulu dengan DPR. Bayangkan proses politik di mana penyiaran tidak boleh dilibatkan dalam politik, kata Bayu pada 24 April 2024.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top