Pembela HAM Disebut Alami Tantangan Berat selama Pemerintahan Jokowi

JAKARTA, virprom.com – Perlindungan hak asasi manusia di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014-2024), kata Laode M. Syarif, Kepala Joint Research Institute.

“Ancaman dan penyerangan terhadap mereka terus menjadi perhatian, baik fisik maupun non fisik,” kata Laode di Jakarta, Jumat (27 September 2024).

Berdasarkan laporan ini, terdapat lima jenis serangan terhadap perlindungan hak asasi manusia (total 1.609 kasus), yang tertinggi terjadi di bidang peradilan, disusul ancaman listrik, ketakutan dan intimidasi, penggusuran/deportasi, dan ancaman penyiksaan.

Bentuk kekerasan lainnya, termasuk penyiksaan, pembunuhan, kekerasan komersial dan kekerasan seksual.

Baca juga: Ingin Bertemu Kapolri, Aktivis Hak Asasi Manusia dan Akademisi Pertanyakan Sikap Represif Polisi

 

Sementara itu, hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan pola oposisi antara periode pertama (2014-2019) dan periode kedua (2019-2023) pemerintahan Joko Widodo.

Ia menambahkan: “Jenis serangan yang lebih sering terjadi pada periode pertama, termasuk pelecehan, beralih ke tindakan kekerasan pada periode kedua.”

Permasalahan advokasi yang mendapat tentangan atau ancaman antara lain diskriminasi terhadap masyarakat Papua, pekerja, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, korupsi, dan kritik terhadap pemimpin.

Ia mengatakan, situasi ini mempunyai implikasi nyata bagi perjuangan para pembela hak asasi manusia dalam melindungi hak-hak masyarakat dan membuat mereka aman tanpa campur tangan.

Baca juga: Ikut Ambil Keputusan Kamis, Reza Rahadian: Ada Ketegangan yang Tak Bisa Ditolerir Lagi.

Laode mengatakan serangan fisik terhadap pembela hak asasi manusia terus berlanjut, termasuk penyiksaan, serangan pemberontak dan bahkan pembunuhan.

Di sisi lain, serangan non-fisik seperti ancaman pembunuhan, kekerasan, intimidasi, dan komentar kasar juga marak terjadi.

Selain itu, peretasan, doxxing, dan serangan di dunia digital menggunakan buzzer pemerintah juga menandai 10 tahun terakhir pemerintahan Joko Widodo, ujarnya.

Laporan yang diterbitkan oleh Kaukus Hak Asasi Perempuan menunjukkan bahwa banyak pembela hak asasi manusia juga menjadi sasaran kekerasan dan pelecehan.

Dalam proses perjuangan hak asasi manusia, tidak jarang para pembela hak asasi manusia dilaporkan ke polisi, bahkan ada pula yang ditangkap dan dihukum.

Ia menjelaskan, “Papua adalah wilayah di mana banyak upaya menentang perlindungan hak asasi manusia, dengan kekerasan fisik, diskriminasi, dan diskriminasi, khususnya, konflik sumber daya alam terus berlanjut.”

BACA JUGA: Aksi Kamis ini menandai HUT Karo ke-45 sebagai Jurnalis dan menyerukan penyelidikan atas keterlibatan Koptu HB

Laode mengatakan laporan tersebut menunjukkan kurangnya akuntabilitas dalam menanggapi serangan terhadap pembela hak asasi manusia.

Tampaknya banyak pengaduan yang dilaporkan kepada pihak berwenang tidak ditangani atau bahkan diabaikan. Banyak pelaku penyerangan belum teridentifikasi dan belum diadili.

“Peran pembela HAM sangat penting dalam perjuangan HAM, namun hingga saat ini di Indonesia belum ada undang-undang khusus yang melindungi mereka,” imbuhnya.

Untuk itu, ia menekankan perlunya peningkatan pemahaman pemerintah, otoritas, dan pemangku kepentingan tentang pentingnya peran pembela hak asasi manusia.

Ia menambahkan, “Saya berharap laporan ini dapat menarik perhatian berbagai pihak, termasuk pemerintah, Republik Demokratik Rakyat Korea, legislatif, dan dunia usaha, sehingga mereka dapat bekerja keras untuk melindungi hak asasi manusia.” Dengarkan berita terkini dan berita yang dipilih dengan cermat langsung di ponsel Anda. Pilih berita pilihan Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com (https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D). Pastikan Anda sudah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top