Pakar Kesehatan Soal Bakteri Pemakan Daging yang Marak di Jepang: Belum Ada Vaksinnya

virprom.com – Infeksi bakteri karnivora atau Stroke Syndrome (STSS) kini sedang meningkat di Jepang.

Pakar Ilmu Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Tajandra Yoga Aditama mengatakan banyak negara menantikan penyebarannya.

“Saat ini sedang ramai diperbincangkan mengenai streptococcal toxic shock syndrome (STSS) atau yang biasa disebut bakteri karnivora, yang kasusnya sedang meningkat di Jepang,” kata Tajandra di Jakarta. ” Seperti dilansir interval Minggu (30/6/2024).

Baca juga: Bakteri Karnivora Menyebar di Jepang, Bagaimana dengan Indonesia?

Mantan Direktur Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI sekaligus Ketua Balitbangkes ini mengatakan, bakteri karnivora tersebut menyebar dengan cepat dan bisa menyebabkan kematian hanya dalam waktu 48 jam.

Dia mengatakan angka kematian bisa mencapai 30 persen atau angka kematian akibat Covid-19 lebih dari 5 persen.

“Saat ini belum ada vaksin untuk penyakit ini,” katanya.

Gejalanya mulai dari demam, nyeri otot, dan muntah-muntah, dapat diperburuk oleh bakteri penyebabnya yang mengeluarkan racun yang menyebabkan peradangan, penyebaran syok, dan kerusakan pada organ lain dalam tubuh manusia.

Tajandra, mantan direktur penyakit menular WHO Asia Tenggara, menjelaskan mengapa kasus meningkat di Jepang.

“Selama pandemi Covid-19, banyak orang yang terpapar bakteri karena isolasi sosial dan kurangnya kekebalan alami,” ujarnya.

Baca juga: Apa Itu Bakteri Karnivora?

Dugaan lainnya adalah melemahnya daya tahan tubuh pasca Covid-19 atau biasa disebut melemahnya daya tahan tubuh pasca Covid-19.

Tajandra mengatakan pemerintah Hong Kong, melalui Pusat Perlindungan Kesehatan Kementerian Kesehatan Lokal (CHP), telah mendesak masyarakat Hong Kong untuk mewaspadai mereka yang bepergian ke negara tersebut karena meningkatnya infeksi.

“Pemerintah Malaysia juga telah berubah dengan cepat dan menyatakan sedang berkoordinasi dengan WHO untuk mendapatkan informasi yang jelas. Malaysia memantau dengan cermat kemungkinan hal ini terjadi di negaranya melalui Pusat Kesiapsiagaan dan Rehabilitasi Krisis,” ujarnya Departemen Penyakit.

Sementara itu, pemerintah Thailand telah mengeluarkan pedoman perjalanan bagi warga Thailand bagi warganya yang bepergian ke Jepang, termasuk pengaturan perjalanan sebelum keberangkatan, apa yang harus dilakukan saat bepergian, kesadaran akan risiko tinggi, dan apa yang harus dilakukan setelah kembali ke Thailand.

“Alangkah baiknya jika pemerintah kita berpikir untuk melakukan hal serupa,” katanya.

Tajandra mengatakan pemerintah Jepang secara aktif memantau situasi penyakit dan meningkatkan pendidikan kesehatan bagi masyarakat Jepang.

Sementara itu, pemerintah AS melalui Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah mengidentifikasi kelompok risiko tinggi terkena STTS, termasuk orang lanjut usia, pasien dengan luka terbuka, dan pasien yang baru saja menjalani operasi.

“Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan peningkatan kasus streptokokus grup A invasif (IGAS) di Prancis, Irlandia, Belanda, Swedia, dan Inggris pada Desember 2022, terutama pada anak-anak, namun tidak ada peningkatan,” katanya. “Di Jepang, tidak.” .

Pembangunan di Jepang perlu diawasi secara ketat, tidak diabaikan dan diantisipasi sepenuhnya.

Namun di sisi lain, kita tidak perlu terlalu khawatir, kita perlu tahu bahwa penyakit akan terus terjadi dan kewaspadaan otoritas kesehatan menjadi salah satu kunci penanganannya di dunia dan di negara ini. Milik kita juga. , “katanya. Dengarkan berita terkini dan pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D Pastikan Anda sudah menginstal WhatsApp .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top