Nasib Merger di Tangan Starlink

Keberadaan Starlink menjadi perhatian besar empat operator seluler, Telkomsel, Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), XL Axiata, dan Smartfren.

Sementara itu, pemerintah diam-diam menanggapi pengenalan teknologi komunikasi LEO (satelit orbit rendah). Bahkan BTS disebut-sebut sudah tidak diperlukan lagi dan sibuk mengurusi perjudian online.

BTS (Base Transceiver Station) merupakan perangkat utama berbasis darat bagi operator seluler untuk melayani penggunanya dalam bentuk alat komunikasi yang mentransmisikan panggilan radio antar pengguna.

Operator telah membayar ratusan triliun rupee selama lima dekade untuk menerapkan teknologi Generasi Pertama (1G), 2G, 3G, 4G, dan 5G yang kini sedang berkembang.

Teknologi 1G dan 3G ditinggalkan karena boros, namun biaya modal untuk 3G dikatakan belum terbayar.

Operator di beberapa negara, termasuk China Telecom, telah beralih ke generasi keenam (6G), sementara empat operator di Indonesia masih menggarap 5G secara terbatas.

Spektrum frekuensi yang dibutuhkan untuk 5G, yaitu gelombang pendek (gelombang milimeter) pada 2,6 GHz, 3,3 GHz, dan 3,5 GHz, belum diumumkan atau dijual oleh pemerintah.

Masih menunggu, spektrum frekuensi 700 MHz kosong setelah setahun lebih diambil dari TV (ASO – analog dimatikan).

Masih banyak lagi “masalah” antara operator dan pemerintah. Tingginya biaya regulasi yang ditanggung oleh operator sejak pertengahan tahun 2023, karena porsinya melebihi 13 persen biaya, menggerogoti keuntungan operator (jika ada).

Operator khawatir dengan janji pembebasan spektrum untuk 5G, antara lain janji pengurangan biaya regulasi berupa BHP frekuensi (biaya hak pakai) dan PNBP (penerimaan negara bukan pajak).

Tujuan PNBP yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini adalah semakin memberatkan operator, menjadikan operator agak “licin” dan harus berhati-hati agar tidak menyinggung pemerintah.

Saat ini, secara sembunyi-sembunyi, terkadang melalui media, para operator meminta pemerintah mengeluarkan peraturan yang membatasi layanan Starlink, karena kenyataannya Starlink menggerogoti bisnis operator.

Jika dalam waktu dekat satelit Starlink dapat terhubung langsung ke ponsel, langsung ke sel bebas SIM, situasinya akan menjadi lebih serius bagi operator, yang tidak lagi menggunakan arus dan lainnya sebagai “rencana”. sialnya layanan satelit satria-1.

Meski biaya bulanan layanan Starlink sekitar Rp 750.000 per bulan, belum termasuk biaya perlengkapan awal Rp 7 juta hingga Rp 8 juta, namun layanan yang diterima pengguna dari Starlink tidak bisa dihilangkan, kecepatan unduh hingga 300 GB.

Layanan seluler dapat ditolak karena mereka selalu memiliki layanan gratis (slot kosong), dan LEO (satelit orbit rendah) mengorbit sekitar 500 km di atas permukaan bumi – termasuk semua. Baik di kota, di tengah lautan, di hutan Kalimantan, atau di pedalaman Papua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top