Muhammadiyah dan Upaya Hukum dalam Izin Tambang

MUHAMMADIYAH akhirnya menerima syarat izin pengusahaan pertambangan wilayah niaga milik umat beragama, usai rapat gabungan dalam negeri yang digelar pada 27 -28 Juli 2024.

Kabar ini tidak mengherankan, sebab sudah ada tanda-tanda penerimaan dari berbagai tokoh Muhammadiyah selama beberapa waktu terakhir.

Setidaknya ada beberapa hal yang diputuskan oleh Muhammadiyah. Salah satunya permasalahan pertambangan dan lingkungan hidup yang selalu menjadi permasalahan.

Selain itu, permasalahan lingkungan hidup bukanlah suatu hal yang dapat diprediksi. Selain itu, kerugian akibat kerusakan lingkungan dan potensi konflik horizontal dengan masyarakat adat selama ini berulang kali ditimbulkan oleh proses penambangan.

Dengan adanya dampak negatif dan positif, konsesi pertambangan bagi organisasi masyarakat mempunyai peluang. Muhammadiyah memilih peluang untuk mengembangkan pertambangan yang mendukung lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Jelas bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh Muhammadiyah mempunyai dasar yang baik dan matang, begitu pula dengan sikap organisasi ini dalam mengambil keputusan.

Di sisi lain, diterimanya ikrar tersebut oleh Muhammadiyah hanya menjawab pertanyaan sebagian pihak yang meragukan kemampuan Muhammadiyah.

Dorongan ini menjadi bukti bagi Muhammadiyah bahwa mereka mampu dan mampu mengelola tambang dengan baik, mengingat banyaknya orang-orang berbakat di Muhammadiyah.

Muhammadiyah bahkan berencana mengembangkan model bisnis pertambangan yang juga berkelanjutan dan berdampak rendah terhadap lingkungan.

Jiwa ini harus dijaga dan dirawat. Jika hal ini bisa dilakukan maka akan bermanfaat bagi semua pihak. Dan hal ini bukan tidak mungkin dilakukan oleh Muhammadiyah dengan sumber daya yang dimilikinya.

Namun sebelum memutuskan menerima atau menolak izin pertambangan tersebut, Muhammadiyah harus mengikuti hukum yang bertentangan dengan aturan mengenai izin pertambangan.

Sebab, Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia PP Muhammadiyah telah mengeluarkan pendapatnya (Legal Opinion nomor 026/I.11/A/2024) terhadap persoalan pertambangan ini.

Mereka menjelaskan, nyatanya terdapat pertentangan antara Perpres Nomor 70 Tahun 2023 dan UU Nomor. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Timbul pertanyaan: mengapa tidak ada upaya untuk mengirim ke Mahkamah Agung? Padahal, dalam analisis Konstitusi dan Dewan Hak Asasi Manusia, konflik terlihat jelas.

Perintah peninjauan kembali dapat diajukan oleh siapa saja, warga negara Indonesia baik perseorangan maupun kelompok, organisasi masyarakat atau swasta, dan lembaga negara juga dapat mengajukan permohonan hakim hukum.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top