Miliaran Rupiah Duit Timah dari Harvey Moeis Mengalir ke Sandra Dewi…

JAKARTA, virprom.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung RI (Kejagung) mendakwa suami aktris Sandra Devi, Harvey Moise, dengan tuntutan pidana dan pencucian uang (TPPU) terkait pengelolaan perdagangan timah. . Di wilayah konsesi PT Timah Tbk periode 2015-2022.

Dalam dakwaan, Harvey Moise selaku perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam sistem tata niaga komoditas timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Tima.

Baca Juga: Pengacara Sebut Negara Sesat Rp 300 Triliun untuk Vonis Harvey Moise

Perbuatan tersebut bersama dengan terdakwa lainnya menyebabkan kerusakan lingkungan atau ekologi dan kerugian finansial senilai lebih dari Rp300 miliar.

“Perekonomian negara mengalami kerugian sebesar Rp300.003.263.938.131,14,” kata Ardito Muwardi, jaksa Kejaksaan Agung RI, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPIKOR) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (14/8). ).

Jaksa menjelaskan, kasus tersebut bermula dari pertemuan antara Harvey dengan jajaran direksi PT Timah, termasuk Direktur Utama (Direktorat) PT Timah Mochtar Riza Pahlavi Tabrani dan Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Alvin Albar. Pertemuan tersebut juga dihadiri 27 perusahaan peleburan timah lainnya.

Menurut jaksa, Direktur Utama PT RBT Supartha dan Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT Reza Andriansyah mengetahui pertemuan Harvey.

Permintaan Mochtar Riza dan Alvin Albar mengenai pembagian kuota ekspor bijih timah sebesar 5 persen dari perusahaan peleburan swasta dibahas dalam pertemuan tersebut. Sebab, bijih timah yang diekspor smelter swasta tersebut merupakan hasil penambangan liar di wilayah IUP PT Timah, Tbk.

Baca Juga: Sandra Devi Akan Bersaksi di Sidang Harvey Moyes

Usai pertemuan, Harvey meminta uang “keamanan” sebesar 500-750 Dolar Amerika Serikat (AS) per ton kepada empat perusahaan smelter timah swasta, yakni CV Venus Inti Percasa (VIP), PT Sarivguna Binacentosa (SBS), PT Stanindo Inti Percasa ( SIP), dan PT Tinindo Inter Nusa (TIN). Uang tersebut didaftarkan sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan atas nama PT RBT.

Harvey menggagas kerja sama dengan empat perusahaan peleburan dalam bentuk penyewaan alat pengolahan timah, meski masih kekurangan tenaga kompeten (CP). Kerjasama penyewaan peralatan tersebut dengan PT Tima.

Singkat kata, Harvey dan empat smelter swasta diduga sedang bernegosiasi dengan PT Tima untuk menyewa smelter swasta tersebut. Jadi kami menyepakati harga sewa smelter tersebut tanpa studi kelayakan atau kajian yang sesuai, kata jaksa.

Selain itu, IUP juga telah mencapai kesepakatan dengan PT Tima untuk menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) di wilayah Izin Usaha Pertambangan dengan tujuan untuk melegalkan pembelian tambang timah oleh smelter swasta yang berasal dari penambangan liar di PT Tima.

Harvey bersama terdakwa lain yang mewakili lima perusahaan peleburan bekerja sama menyewa alat pengolahan timah dari PT Timah.

Namun kontribusi tersebut tidak tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran (RKAB) PT Timah dan RKAB kelima smelter serta perusahaan afiliasinya. Caranya dengan membeli bijih timah dari penambang ilegal.

Baca Juga: Sandra Devi Disebut Dapat Terima Rp3,1 Miliar dari Kotak Timah

Menurut jaksa, kerja sama itu dilakukan tanpa pengawasan oleh tiga mantan Kepala Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung, Suranto Wibowo, Rusbani, dan Amir Sayabana pada waktu berbeda. Kini ketiganya menjadi tersangka dalam kasus ini.

Tak berhenti sampai disitu, jaksa juga membeberkan peran mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariono yang disebut-sebut menyetujui revisi RKAB PT Tima pada 2019. Penilaian dan studi kelayakan yang sesuai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top