Merger XL Axiata-Smartfren, Siapa Berkuasa?

Kabar – masih belum jelas – soal mergernya dua operator, XL Axiata dan Smartfren Telecom (Fren), silih berganti muncul di media. Semuanya masih “sebagaimana adanya”, “dilaporkan”, dan “berdasarkan spekulasi”.

Belum ada pejabat dari operator mana pun yang bisa memastikan merger akan terjadi. Bedanya, manajemen XL Axiata, mulai dari presiden hingga salah satu pejabat senior, berani mengatakan bahwa merger bukanlah kekuasaan mereka, kekuasaan ada di pemegang saham.

Ketika ditanya apakah ada aktivitas yang pantas antara kedua organisasi (informasi informasi kesehatan perusahaan), dalam konferensi pers, Presiden Direktur XL Axiata Diane Cesarini mengatakan: “Jangan berpikir tentang merger. Jangan, itu bahkan bukan bayi.

Hilal berasal dari bahasa Arab yang berarti tanda pertama bulan pada tahun Hijriah. Artinya, masih belum ada tanda-tanda dari PT XL Axiata, pemegang saham Grup Axiata asal Malaysia.

Namun dari pihak SmartFran, data tersebut biasanya memberikan “kepastian” merger akan terjadi. Padahal, mereka ingin melakukannya secepatnya.

Merekalah satu-satunya media yang benar-benar memberikan “kebenaran” yang kerap dibumbui dengan harga transfer, “menurut sumber yang enggan disebutkan namanya”.

Sementara itu, Mirza Fachis, Presiden SmartFran sekaligus perwakilan Senar Mass, mengaku belum memiliki informasi resmi untuk dibagikan.

Penggabungan ini akan menjadi peristiwa besar dalam industri telekomunikasi, yang ditandai dengan kontrak bernilai puluhan juta dolar.

Di sisi lain, pemerintah memandang merger penting bagi industri yang sedang diperebutkan empat pemain, Telkomsel, Indosat, Audi Hutchison, XL Axiata, dan Smartfren. Uang berhasil

Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Ari Setiyadi, jika memungkinkan jumlah tersebut akan dikurangi menjadi tiga saja. Alasannya, ketiga pendorong tersebut membuat persaingan menjadi sehat karena industri berjalan dan masyarakat mempunyai cukup pilihan.

Industri berjalan baik ketika pengemudinya sedikit, termasuk biaya pembelian peralatan – yang dibayar menggunakan mata uang asing – tidak ada pencetakan.

Situasi saat ini adalah biaya teknologi seringkali lebih mahal karena setiap orang yang bekerja membeli barang yang sama.

Kombinasi dua pengguna akan menghemat uang hingga 50 persen, dan dapat memperluas jaringan tanpa membeli BTS (base transceiver station) dan menara baru.

Mereka harus mengerahkan menara terdekat, hanya menambahkan modul spektrum yang diperlukan untuk memperkaya konten BTS.

Dalam kasus merger Indosat dengan trio Hutchison misalnya, jumlah BTS bertambah karena merger tersebut menambah kepemilikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top