Menghidupkan Utusan Golongan

SORBATUA Siallagan, tokoh adat Ompu Umbak Siallagan di Simalungun, Sumatera Utara, kini berusia 65 tahun, ditangkap Polda Sumut pada 22 Maret 2024.

Sejak tahun 1983, masyarakat adat Sorbatua dan Ompu Umbak Siallagan telah terputus dari tanah tradisional yang dimiliki nenek moyang mereka selama ratusan tahun.

Pemerintah saat itu mengizinkan PT Toba Pulp Lestari menanam hutan tanaman industri tanpa mempertimbangkan keberadaan masyarakat setempat.

Kisah Sorbatua hanyalah satu dari ratusan gambaran kelam tanah yang diwariskan di wilayah tersebut. Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat 301 kasus perampasan wilayah adat antara tahun 2017 hingga 2022. Di antara konflik tersebut, lebih dari 672 komunitas lokal dimasukkan ke dalam tanggung jawab pidana.

Sayangnya, meski masyarakat adat menderita karena pengabaian dan isolasi, tidak ada payung hukum yang melindungi hak-hak mereka. RUU Masyarakat Adat, yang diusulkan oleh DPRK sejak tahun 2009, belum pernah disetujui.

Siapa yang akan melindungi masyarakat adat dan kelompok marginal lainnya? Mesin politik manakah yang memungkinkan suara dan kepentingan mereka menentukan agenda dan kebijakan politik? Pembatasan terhadap partai politik

Partai politik tidak hanya menjadi sarana bersaing memperebutkan jabatan politik melalui dukungan elektoral, namun secara historis muncul dari kebutuhan untuk mengumpulkan ide dan kepentingan publik dan mengubahnya menjadi agenda politik (Stokes, 1999).

Ayat “c” Pasal XI ayat 1 Undang-Undang “Tentang Partai Politik” menyatakan bahwa kegiatan partai politik adalah “meminum, menghimpun, dan mengendalikan hawa nafsu politik masyarakat dalam pembentukan dan penciptaan negara”.

Jika partai politik bekerja dengan baik, tidak hanya tidak ada hak asasi manusia yang hilang, namun tuntutan warga negara juga tidak akan hilang.

Sayangnya, partai politik mengabaikan tugas ini. Selain mengalah pada “hukum oligarki besi” yang diusung Robert Michels pada awal abad ke-20, partai politik juga tersandera oleh korupsi, politik kartel, dan klientelisme.

Akibatnya, partai politik kehilangan reputasinya di mata masyarakat. Banyak jajak pendapat, termasuk survei Indikator Politik tahun 2023, menunjukkan bahwa partai politik berada di peringkat terbawah lembaga kepercayaan publik.

Memang ada hubungan antara produktivitas dan tingkat kepercayaan diri. Sebuah studi oleh Daron Acemoglu dkk.

Dalam kasus seperti ini, bagaimana partai bisa berkembang dan kembali ke posisinya? Pemilu yang kompetitif bisa menjadi salah satu jawabannya.

Pemilu kompetitif yang melibatkan banyak kontestan yang masing-masing bersaing untuk mendapatkan suara terbaiknya (Stokes, 1999).

Pandangan ini konsisten dengan logika pasar kompetitif. Produsen berusaha meningkatkan kualitas produk, pelayanan terbaik dan harga yang wajar untuk menjangkau pelanggan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top