Mengenal ASEAN Dengue Day, dari Sejarah hingga Gerakan Nasional Waspadai DBD dari Waktu ke Waktu

virprom.com – Tahukah Anda tanggal 15 Juni adalah Hari Demam Berdarah Dengue Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) atau Hari Demam Berdarah ASEAN? Kewaspadaan ini tidak lepas dari komitmen anggota ASEAN dalam upaya pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD).

Hingga saat ini, masih terdapat bahaya penyakit demam berdarah di masyarakat. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan dapat menular tanpa memandang usia, status sosial, tempat tinggal, dan gaya hidup.

Untuk itu, Hari Dengue ASEAN dijadikan momentum oleh banyak pihak, mulai dari pemerintah, swasta, hingga industri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesadaran dan mengingatkan tentang penyakit demam berdarah, pencegahannya, dan upaya yang diperlukan untuk mengatasinya. Sayangnya, sebagian masyarakat masih belum menyadari peringatan ini. 

Lantas, bagaimana sejarah peringatan Hari Demam Berdarah Dengue ASEAN atau ASEAN Fever Day?

Berdasarkan laman Kementerian Kesehatan (Kemkes) pada Rabu (10/7/2024), Hari Demam Berdarah ASEAN (ASEAN Dengue Day) dicanangkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-19 yang diselenggarakan pada 30 Oktober 2010 di Hanoi.

Baca Juga: Mengkaji Vaksin Wolbachia dan Peran Inovasi Teknologi dalam Menghilangkan Kasus DBD di Tanah Air

Indonesia memelopori peringatan Hari Demam Berdarah ASEAN pada tanggal 15 Juni 2011. Hal ini dilakukan melalui Deklarasi Jakarta Melawan Demam Berdarah Dengue (DBD) yang mana 11 negara ASEAN sepakat untuk memperkuat kerja sama dan keterlibatan regional dalam upaya pengendalian DBD.

Sejak itu, Hari Demam Berdarah ASEAN diperingati setiap tanggal 15 Juni untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya demam berdarah di masyarakat ASEAN.

Sekadar informasi, tema Hari Dengue ASEAN tahun 2024 adalah “Komitmen ASEAN untuk Memerangi Demam Berdarah Dengue”. Tema ini dipilih untuk mendorong setiap Negara Anggota untuk secara aktif melibatkan masyarakat dalam mengatasi masalah demam berdarah. 

Masih dalam momentumnya, kini saatnya masyarakat turut serta dalam pemberantasan penyakit demam berdarah.

Demam berdarah sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus yang ditularkan oleh nyamuk. Dilansir dari website ASEAN, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa demam berdarah bersifat endemik (penyakit endemik suatu daerah) di lebih dari 100 negara.

Baca Juga: Tren Meningkatnya Kasus DBD dan Langkah Intervensi Inovatif Penanggulangan Demam Berdarah di Tanah Air

Dari jumlah tersebut, 70 persen penyakit demam berdarah berasal dari Asia. Oleh karena itu, ASEAN sebagai organisasi regional yang mendorong kerja sama antar negara-negara Asia Tenggara mendukung penetapan Hari Demam Berdarah ASEAN. Demam berdarah adalah sebuah beban

Sekadar informasi, virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dapat menyebabkan dua kondisi yang pada dasarnya dikenal sebagai demam berdarah dan demam berdarah dengue atau DBD. Meski keduanya berbeda, namun sering kali dianggap serupa. Khususnya dari tingkat keparahan gejala dan pengobatannya.

Demam berdarah dapat menimbulkan berbagai gejala, antara lain tanpa gejala, demam tinggi disertai sakit kepala, mual, atau ruam.

Sedangkan demam berdarah dengue merupakan penyakit demam berdarah stadium lanjut yang dapat menimbulkan gejala parah hingga berujung pada pendarahan bahkan kematian.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara dengan angka kejadian demam berdarah tertinggi di dunia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada Januari hingga Juli 2023, tercatat 42.690 orang terjangkit demam berdarah dan 317 orang meninggal dunia.

Baca Juga: RSUD Tamansari Jakbar Buka Layanan Vaksinasi Demam Berdarah untuk Hindari Meningkatnya Kasus Saat Musim Hujan

Bahkan, terjadi peningkatan tajam kasus demam berdarah pada awal tahun 2024. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, total kasus demam berdarah hingga minggu ke-22 tahun 2024 sebanyak 19.709 orang tertular dan 777 orang meninggal dunia.

Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 28.679 kasus dengan 209 kematian.

Kasus DBD di Tanah Air diduga meningkat akibat perubahan iklim. Demam berdarah tidak hanya menimbulkan risiko terhadap kesehatan dan kehidupan masyarakat, namun juga menjadi beban finansial bagi masyarakat dan negara.

Dampak sosial penyakit demam berdarah terhadap masyarakat tercermin dalam publikasi di jurnal PLOS Neglected Tropical Diseases yang dirilis pada tahun 2019.

Riset menunjukkan beban perekonomian akibat demam berdarah di Indonesia pada tahun 2015 mencapai US$ 381,15 juta atau Rp 5,3 triliun dengan nilai tukar Rp 14.000.

Baca Juga: Takeda siap produksi 50 juta dosis vaksin DBD per tahun

Jumlah kasus yang digunakan dalam penelitian pada tahun 2015 adalah 898.475 pasien rawat inap dan 596.391 pasien rawat jalan. Pada tahun 2015, Kementerian Kesehatan mencatat 1.29.650 kasus demam berdarah dan 1.071 kematian.

Beban ini mencakup biaya rawat inap, rawat jalan, dan biaya pendukung lainnya baik langsung maupun tidak langsung, termasuk transportasi, pendamping pasien, dan hilangnya produktivitas.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Profesor Ali Gufron Mukti mengatakan pada tahun 2022 akan terjadi peningkatan anggaran rumah sakit dan pengobatan demam berdarah yang signifikan.

“Dana DBD akan mencapai Rp 600 miliar pada tahun 2021, sementara itu akan meningkat pesat menjadi Rp 1,2 triliun pada tahun 2022,” kata Ali, seperti dilansir virprom.com, Rabu (17/1/2024).

BPJS Kesehatan juga telah mengucurkan tambahan dana sebesar 40 triliun dolar untuk rumah sakit, kata Ali. Biaya-biaya tersebut digunakan pada biaya rumah sakit umum termasuk biaya demam berdarah. 

Baca juga: Vaksin DBD Tersedia di Indonesia, Berikut Syarat Mendapatkannya, Mulai dari Pemasangan Kelambu hingga Vaksinasi

Karena penyakit demam berdarah berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan juga merugikan dari segi ekonomi, maka masyarakat tidak perlu diingatkan secara aktif untuk secara serius melaksanakan program pencegahan dan pengendalian demam berdarah.

Sebab, masyarakat di Indonesia sudah mengidap demam berdarah selama bertahun-tahun sehingga perlu upaya kolektif untuk mengobatinya secara efektif.

Hingga saat ini Indonesia masih berjuang melawan penyakit demam berdarah dengue. Berbagai upaya telah dilakukan dari waktu ke waktu.

Pada pertengahan tahun 1980-an misalnya, ada tren di kalangan masyarakat untuk memasang kelambu. Kasur dengan kelambu sudah menjadi pemandangan umum di setiap rumah.

Mengikuti tren tersebut, pemasangan kelambu menjadi salah satu gerakan nasional yang digalakkan saat itu untuk mengatasi demam berdarah.

Baca Juga: Mengapa Vaksin Demam Berdarah Perlu Dua Dosis

Tak hanya nyamuk, sejak tahun 1980 sudah ada gerakan nasional tentang bahaya penyakit demam berdarah. Termasuk larvasida, kabut terfokus, dan 3M (pelapisan, drainase dan daur ulang barang bekas), pemantauan jentik (Jumantic), pemusnahan sarang nyamuk (PSN), komunikasi dampak perilaku (COMBI) hingga gerakan 1 Rumah 1 Jumantic atau apa? Dikenal dengan sebutan G1R1J (Sulistyawati, 2020).

Tak berhenti sampai disitu, upaya 3M Plus dan vaksinasi untuk mencegah penyakit demam berdarah juga digalakkan, antara lain dengan menutup tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas.

Namun upaya tersebut tidak cukup tanpa dibarengi dengan upaya inovasi medis agar aksi mitigasi DBD lebih optimal. Melalui inovasi ini, ketahanan kesehatan masyarakat dapat terwujud dari dalam. 

Salah satu inovasi medis yang penting untuk mendorong pencegahan demam berdarah adalah vaksin demam. Vaksinasi demam berdarah merupakan salah satu strategi nasional Indonesia dalam pencegahan demam berdarah.

Untuk membangun ketahanan dan kesehatan masyarakat, vaksinasi perlu diberikan kepada kelompok masyarakat berisiko, termasuk anak-anak. Selain itu, anak-anak berusia 5 hingga 14 tahun merupakan kelompok dengan persentase kematian tertinggi di Indonesia.

Baca Juga: 20 Cara Yang Perlu Diketahui Agar Terhindar Dari Demam Berdarah

Sebagai informasi, vaksin demam berdarah sudah tersedia di Indonesia sejak tahun 2016. Namun, vaksin tetravalen yang tersedia saat ini adalah TAK-003, yang berarti melindungi terhadap empat serotipe virus dengue, dan dapat diberikan pada kelompok usia 6-45 tahun. , baik bagi individu yang belum pernah terkena demam berdarah.

Sedangkan vaksin demam berdarah yang paling populer di Indonesia adalah vaksin demam berdarah CYD-TDV. Kedua vaksin tersebut merupakan vaksin hidup yang dilemahkan yang mengandung empat jenis virus.

Oleh karena itu, dengan urgensi penyakit demam berdarah dan dampaknya, pencegahan melalui vaksinasi dapat menjadi pilihan inovatif untuk melindungi masyarakat dari dalam.

Fokusnya harus tertuju pada semua pihak, termasuk pemerintah, profesional kesehatan, dan pelaku industri kesehatan, jika diperlukan.

Ingin mendapat edukasi lengkap tentang Demam Berdarah Dengue/DBD, baik penyakitnya maupun cara pencegahannya? Sekarang kunjungi http://www.cepatdbd.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top