Mendefinisikan Ulang Mudik untuk Manajemen di 2025

Di negara kita, pulang kampung sudah menjadi hal yang lumrah. Setidaknya 242 juta orang akan mudik selama libur 2024. Angka tersebut berdasarkan data penyedia telekomunikasi.

Angka tersebut melebihi data survei sementara Biro Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan (BKT) yang menyebutkan jumlah pergerakan masyarakat pada Idul Fitri tahun 2024 bisa mencapai 193 juta orang.

Namun, apakah benar banyak orang yang mudik? Atau haruskah makna rumah didefinisikan ulang, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap pembagian tanggung jawab?

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Jadi, jika kita ingin melihat bagaimana negara lain menangani deportasi, hanya ada tiga negara yang harus kita perhatikan secara serius: Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.

Ada fenomena mudik saat Tahun Baru Imlek di Tiongkok, saat Diwali di India, dan saat Thanksgiving di Amerika Serikat.

Oleh karena itu, repatriasi ke Indonesia merupakan yang terbesar keempat dari segi jumlah penduduk.

Pertanyaannya, apakah kita semua harus pulang? Itulah masalahnya dalam menjelaskan perjalanan pulang.

Jika mudik berarti pulang ke kampung halaman, maka sebagian besar dari kita akan pulang ke kampung halaman. Padahal desa asalnya persis bersebelahan dengan desa tempat mereka tinggal.

Presiden Joko meminta kita mendefinisikannya kembali. Namun saya ingin mengurangi makna mudik agar tidak terlalu memberatkan beban pengobatan.

Jika mudik berarti kembali ke kampung halaman, kampung “mulih ndisik”, atau istilah lainnya, maka persoalan ini bisa mempunyai berbagai implikasi dari aspek teknis pengobatan. Mendefinisikan ulang mudik

Untuk lebih fokus pada manfaat mudik, mungkin kita bisa menambahkan bahwa mudik artinya, misalnya perjalanan lebih dari 50 kilometer. Karena hal ini berimplikasi pada fokus pada bagaimana penyampaian dikelola. Variabel tambahan dapat ditambahkan dan didiskusikan.

Oleh karena itu, ketika kita pulang kampung, tanpa sadar kita mengkhawatirkan jalan tol, persimpangan jalan, bandara, stasiun, dan jalan raya nasional. Kebijakan pemrosesan ini berlaku secara tidak langsung untuk perjalanan pulang pergi yang melebihi 50 kilometer.

Jika kurang dari itu menjadi bagian proyek lalu lintas setempat dan menjadi tanggung jawab masing-masing daerah.

Ada hal lain yang perlu diperbaiki dalam standar operasional prosedur repatriasi, yakni persoalan “pembatasan pengobatan dan penanggung jawab”. Jadi, dalam artian, urusan mudik sebenarnya hanya dipersiapkan dan diselesaikan setahun sekali.

Namun masyarakat yang perjalanan pulangnya kurang dari 50 kilometer menjadi kekuatan daerah, dan manajemen lalu lintas harus terus dibenahi, karena ini bagian dari organisasi transportasi setempat dan merupakan hal yang lumrah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top