Membangun dari Pinggiran, Membedah Dampak Infrastruktur Era Jokowi di Daerah 3T

Komitmen adalah kata yang mungkin terngiang-ngiang di benak Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pertama kali menjabat pada 20 Oktober 2014.

Tidak dapat dipungkiri bahwa konektivitas menjadi kunci tercapainya kesejahteraan bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Dengan adanya konektivitas, penjangkauan masyarakat menjadi lebih mudah. Pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan akan meningkat secara signifikan.

Maka wajar jika visi besar Jokowi adalah membangun konektivitas di Tanah Air, dengan pembangunan infrastruktur yang merata dan berkualitas, mulai dari jalan tol, pelabuhan, bandara hingga transportasi.

Cara yang paling terlihat untuk mewujudkan visinya sejak awal adalah jalan tol. Saat ini, inilah nyawa Indonesia.

Selama 10 tahun kepemimpinannya, Pak Jokowi telah menyelesaikan pembangunan jalan tol sepanjang 2.432 km, meliputi 1.299 km pada periode 2015-2019 dan 1.133 km pada periode 2020-2024. Rata-rata, 270 km jalan tol dibangun setiap tahunnya.

Baca juga: Presiden Jokowi Kunjungi Kaltim, Tinjau Pembangunan Tol IKN

Sebelum pemerintahan Jokowi, Indonesia hanya memiliki 780 km jalan tol. Perluasan jalan tol tidak hanya memprioritaskan Pulau Jawa saja, namun juga wilayah lainnya.

Jokowi ingin menghilangkan stigma bahwa pembangunan infrastruktur, termasuk jalan tol, menggunakan pendekatan yang banyak disebut Javacentric – Java-first development. Tentu saja beliau menggaungkan istilah pendekatan Indonesia-sentris dalam membangun negara hingga daerah tertinggal, terdepan, dan terjauh atau 3T.

Di wilayah seperti Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan, pembangunan infrastruktur, terutama jalan, pelabuhan, dan bandara, telah mentransformasi perekonomian lokal. Keterbatasan infrastruktur sebelumnya telah mengisolasi daerah-daerah tersebut dan mempersulit akses pasar.

Ketika daerah terpencil terhubung dengan pasar utama, akses terhadap barang dan jasa menjadi lebih mudah. Peluang bisnis baru semakin terbuka. Hal ini pada akhirnya menciptakan lapangan kerja, mengurangi biaya logistik dan meningkatkan daya saing produk lokal di pasar nasional dan global. Waktu perjalanan lebih cepat, meningkatkan perekonomian

Banyak stigma yang berkembang di masyarakat bahwa membangun jalan tol tidak ‘mengisi perut’.

“Apa gunanya membangun jaringan jalan jika tidak mendatangkan pendapatan, tabungan atau aset bagi masyarakat lokal?” Itu hampir merupakan reaksi antar pihak.

Meskipun dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat tidak selalu terlihat secara langsung, namun pembangunan infrastruktur seperti jalan tol menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan produktivitas. Pekerja lokal dan kontraktor yang berpartisipasi dalam proyek ini dapat menjadi penerima manfaat langsung.

Menurut Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pada tahun 2022, setidaknya 82% paket pekerjaan konstruksi akan dikerjakan oleh penyedia jasa lokal atau kontraktor lokal.

Baca juga: Jalan Tol Pertama di Jambi Selesai Uji Kesesuaian Fungsinya

Namun perlu kita pahami bersama bahwa secara umum transportasi hadir untuk memberikan peluang pembangunan yang lebih baik bagi masyarakat dalam jangka panjang. Pada akhirnya, infrastruktur ini membantu mengurangi biaya logistik dan meningkatkan akses pasar, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Jalan yang baik juga akan membantu mempersingkat waktu perjalanan. Dengan waktu perjalanan yang lebih singkat, masyarakat dapat memiliki lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas produktif. Biaya logistik dan distribusi juga dapat ditekan. Akhirnya perekonomian membaik. Kedua belah pihak merasa “kenyang”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top