Megahnya “Rest Area” KM 260B, Menelusuri Jejak Sejarah Pabrik Gula

JAKARTA, virprom.com – Melintasi Tol Trans-Jawa, luangkan waktu mengunjungi Rest Area KM 260B Heritage-Banjaratma, tepat di Tol Pejagan-Pemalang, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah untuk bersantai.

Selain unik, tempat istirahat dan tempat pelayanan (TIP) ini dirancang dengan konsep yang berbeda dengan tempat istirahat pada umumnya.

Direktur Utama PT PP Sinergi Banjaratma Rachmat Priyatna mengungkapkan, gedung ini pernah menjadi Pabrik Gula Banjaratma pertama yang didirikan oleh perusahaan perkebunan yang berpusat di Amsterdam, Belanda, NV Cultuurmaatschappij pada tahun 1908. Pabrik tersebut berlokasi di Desa Banjaratma atau sekitar 5 Kilometer. sebelah barat pusat kota Brebe dan mulai beroperasi pada tahun 1913.

Rahmat mengatakan, setelah puluhan tahun beroperasi, produksi pabrik tersebut mulai menurun hingga terpaksa ditutup.

“Ini program Kementerian BUMN untuk memberdayakan aset-aset non-produktif BUMN. Apalagi eks Pabrik Gula Banjaratma kurang lebih sudah 20 tahun berhenti (beroperasi),” kata Rachmat kepada virprom.com, Senin (10/6). ). ) /2019).

Rachmat mengatakan, pembangunan rest area tersebut melibatkan beberapa konsorsium yang terdiri dari PT Waskita Toll Road, PT Rajawali Nusantara Indonesia, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, PT PP Properti, PT Jasamarga Properti, dan PT Perkebunan Nusantara IX.

Kompleks seluas 10,6 hektar ini dibangun dengan nilai investasi Rp 124 miliar. Saat ini bangunan induk memiliki luas 1,4 hektar.

Secara keseluruhan, resor ini dirancang oleh perusahaan D-Associates dan selesai dibangun pada Maret 2019.

“Konsepnya berbeda dengan rest area lainnya, tidak hanya menyediakan rest area atau tempat memasak dan fasilitas seperti toilet dan mushola, tapi kami juga punya tempat untuk bersantai,” kata Rahmat.

Lanjutnya, selain mengaktifkan kembali aset-aset BUMN yang tidak produktif, juga dipertimbangkan untuk dijadikan rest area karena adanya bangunan di Tol Trans-Jawa. Pertahankan konsep aslinya

Pembangunan rest area tersebut dilakukan dengan tetap menjaga bentuk fisik asli pabrik gula tersebut. Rahmat mengatakan, beberapa bagian bangunan tidak mengalami perubahan, seperti dinding yang masih menggunakan batu bata asli.

Namun ada beberapa penambahan yang dilakukan seperti konstruksi baja untuk memperkuat struktur bangunan dan menambal batu bata yang sudah keropos.

“Ini puncak pusaka karena bangunan asli bekas pabrik gula masih kita pertahankan. Hanya ada beberapa (rombak) yang secara teknis tidak layak, kita perbaiki,” ujarnya.

Di dalam bangunan utama pabrik, pengunjung dapat menikmati suasana klasik dan bersantai sambil menunggu perjalanan.

Bahkan, pihak pengelola masih memelihara dua mesin penggiling tebu dan satu lokomotif bekas penarik bahan baku agar rest area terlihat lebih artistik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top