Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

JAKARTA, virprom.com – Koalisi Sosial Reformasi Jaminan meminta DPR membatalkan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Selasa (21/5/2024) .

Perubahan regulasi tersebut disebut mengancam kehidupan demokrasi Indonesia yang telah dibangun sejak tahun 1998.

“Kami melihat DPR RI membatalkan dan merevisi proyek amandemen UU TNI mengingat hal tersebut bukan rencana penting untuk dilaksanakan saat ini,” kata Ketua Inisiatif Centra Al Araf ini, dari pers. dirilis, Senin. (20/5/2024).

Menurut Araf, perubahan yang diajukan pemerintah bukan untuk memperkuat proyek reformasi TNI yang sudah dilaksanakan sejak 1998, namun justru sebaliknya.

Alih-alih mendorong TNI menjadi aparat keamanan nasional yang profesional, sejumlah usulan perubahan justru dianggap sebagai reorganisasi TNI.

Baca juga: Pertahanan Udara WWF ke-10, TNI Kerahkan Jet Tempur dan Helikopter Medis

Berdasarkan catatan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan, ada empat poin penting yang menjadi rencana penyusunan rencana reformasi di lingkungan TNI, merujuk pada revisi usulan final UU TNI pada April 2023.

Pertama, memperluas kiprah TNI sebagai alat negara di bidang keamanan dan keselamatan masyarakat.

Araf mengatakan, amandemen UU TNI yang memuat operasi TNI tidak hanya sebagai sarana bela negara tapi juga menjaga negara adalah salah.

Di negara-negara demokratis, dinas militer merupakan bentuk keamanan nasional yang dipersiapkan, dididik dan dilatih untuk perang.

Oleh karena itu, penggunaan militer sebagai alat keamanan negara adalah tindakan yang salah dan merupakan ancaman terhadap demokrasi karena militer dapat digunakan untuk menghadapi masyarakat jika dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan negara, ujarnya.

Baca Juga: Kematian Aneh Letjen Satu Eko, Surat Keluarga Panglima TNI ke Jokowi, Permintaan Otopsi dan Penyidikan

Kedua, mencabut perintah Presiden untuk mengirim dan menggunakan pasukan TNI.

Araf menjelaskan, ketentuan perintah Presiden tersebut harus dipertahankan dan tidak boleh dicabut dalam UU TNI sebagai aturan organik yang mengatur TNI.

Pasal 10 UUD 1945 sebagaimana telah diubah menyebutkan bahwa Presiden mempunyai kekuasaan tertinggi di Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

Dalam kedudukannya sebagai pemegang komando tertinggi angkatan bersenjata, Pasal 14 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pertahanan Negara menegaskan bahwa Presiden mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam mengarahkan kekuatan TNI.

“Dengan dihilangkannya kewenangan pengiriman dan penggunaan TNI oleh Presiden dalam UU TNI, hal ini menjadi berbahaya karena akan menempatkan pergerakan dan penggunaan TNI di luar persetujuan dan kendali Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. ,” dia berkata. dikatakan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top