Krisis di Musim Pilkada: Realisasi APBD Lamban, Rakyat Terpinggirkan!

Di tengah kemeriahan musim pemilu daerah yang dipenuhi dengan janji-janji politik yang bergema di seluruh wilayah, tersembunyi rasa humor yang sering kali luput dari sorotan kamera dan kampanye.

Inilah kisah nyata lambatnya pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RBF) yang tidak hanya menghambat pembangunan, namun juga secara sistematis mengesampingkan kepentingan masyarakat yang seharusnya dilayani.

Di balik janji-janji manis yang ditebar para kandidat, APBD seringkali menjadi alat politik ketimbang alat amal.

Setiap tahun, daerah-daerah di Indonesia terjebak dalam siklus yang sama: anggaran yang disusun dengan baik dalam dokumen perencanaan seringkali tidak dilaksanakan tepat waktu.

Alasan utamanya? Kemacetan birokrasi, ketidakstabilan kepemimpinan, dan tentu saja, semakin mendalamnya politik kotor.

Pada musim sepak bola, APBD tidak hanya menjadi penggerak pembangunan, namun juga menjadi senjata politik yang kontroversial.

Berdasarkan informasi Kementerian Dalam Negeri, sejak triwulan III tahun ini, pelaksanaan APBD di beberapa daerah baru mencapai 60-70 persen dari anggaran yang telah disetujui.

Angka-angka ini bukan sekedar statistik; Di balik hal tersebut terdapat proyek infrastruktur yang terhenti, program kesehatan yang terabaikan, dan inisiatif pendidikan yang terabaikan.

Dampaknya jelas: pembangunan daerah terhenti, pelayanan publik memburuk, dan masyarakat, terutama kelompok bawah, menderita. Ketidakmampuan birokrasi

Lambatnya pelaksanaan APBD pada lapisan masyarakat bawah berarti tertundanya akses terhadap layanan dasar yang seharusnya menjadi hak mereka.

Perhatikan contoh sebuah desa terpencil di Jawa Timur. Pembangunan jalan yang dijanjikan untuk memperlancar akses transportasi jalan dan logistik terhenti karena kurangnya dana APBD.

Petani kecil yang bergantung pada penyeberangan jalan menghadapi kerugian ekonomi yang cukup besar akibat kesulitan dalam memasarkan hasil panennya.

Anak-anak desa juga mempertaruhkan nyawa mereka di jalan berlumpur untuk mencapai sekolah.

Tak hanya itu, proyek-proyek kesehatan seperti pengadaan obat-obatan dan perbaikan fasilitas kesehatan terpaksa ditunda.

Obat-obatan masih kurang di beberapa puskesmas dan kebutuhan masyarakat semakin meningkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top