KPK Panggil Mantan Dirjen Dukcapil Terkait Pengadaan Paket Penerapan KTP Elektronik

JAKARTA, virprom.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Irman (Dirjen Dukcapil Kemendagri RI), mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Masyarakat Kementerian Dalam Negeri RI sebagai saksi dalam kasus korupsi di Indonesia. Paket software KTP nasional.

Pemeriksaan dilakukan di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (Jl. Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan), kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Senin (10 Juli 2024).

Menanggapi dugaan korupsi tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Miryam S Haryani (MSH), mantan anggota Partai Demokrat Republik Indonesia periode 2009-2014 sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan peralatan elektronik. KTP atau e-KTP.

Baca Juga: Narapidana Korupsi E-KTP Setya Novanto Pilih di TPS 905 Lapas Sukamiskin Bandung

Miriam juga sempat dipanggil penyidik ​​pada Jumat (7/8/2024) lalu, namun tidak memenuhi.

Miryam dipenjara setelah divonis bersalah karena menghalangi keadilan atau menghalangi penegakan hukum dalam kasus e-KTP.

Ia divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Pusat (Tipikor) Jakarta.

Baca juga: Kasus E-KTP, KPK Larang Mantan Anggota DPR Miryam S Haryani Bepergian ke Luar Negeri

Pada tahun 2019, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan Miryam meminta $100.000 dari Irman, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, pada tahun 2011, menurut catatan virprom.com.

Permintaan itu disampaikan usai rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komite Kedua DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Sauter mengatakan Miriam meminta uang kepada Illman, dengan nama sandi “uang saku”. Demikian disampaikan rekan-rekannya di Komite 2 DPR RI yang sedang reses.

Saut 2019 mengatakan: “Dari fakta persidangan dan penilaian hakim atas kasus terdakwa Setya Novanto, MSH diduga mendapat untung sebesar $1,2 juta terkait proyek e-KTP.”

Kasus Miriam adalah kasus lama. Kasus ini melibatkan Perintah Investigasi (Sprint) 2019.

Kasus ini bermula pada tahun 2009 ketika Kementerian Dalam Negeri berencana mengajukan anggaran untuk penyelesaian Sistem Informasi Manajemen Kependudukan (SIAP) yang salah satu unsurnya adalah Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Pemerintah menargetkan penyelesaian pembuatan e-KTP pada tahun 2013.

Lelang e-KTP dimulai pada tahun 2011 dan sejumlah permasalahan muncul karena adanya tanda-tanda inflasi pendanaan yang signifikan.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemudian mengungkap adanya kolusi sistematis antara birokrat, wakil rakyat, pejabat BUMN, dan pengusaha dalam proyek pengadaan e-KTP sejak 2011 hingga 2012.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top