Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

JAKARTA, virprom.com – Ketua Komite Nasional Penelitian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) Hinki Hindra Irwan Sattari mengklaim efek samping vaksin COVID-19 hanya bertahan maksimal 42 hari. Setelah injeksi.

Oleh karena itu, Dr Hinkie menegaskan, jika trombosis terdeteksi pada pasien akibat sindrom trombositopenia (TTS) yang menyebabkan pembekuan darah, hal itu bukan disebabkan oleh vaksin COVID-19.

“Saat ini ada kasus TTS di Indonesia, tapi yang pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah ketinggalan zaman,” kata Hinki dalam keterangan resmi Kementerian Kesehatan RI (Chemniks). ), Jumat (5 Maret 2024).

“Kalau masih ada, kemungkinan karena alasan lain,” ujarnya.

Baca juga: Netizen kerap mengeluh mual usai mendapat vaksin AstraZeneca. Ahli Epidemiologi: Vaksin tidak akan membuat Anda sakit

Meski demikian, Hinkey mengimbau masyarakat untuk melaporkan setiap kejadian yang terjadi setelah menerima vaksin possum.

Investigasi dan analisis lebih lanjut harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap insiden atau efek samping yang terjadi dapat segera dihilangkan.

“Puskesmas setempat telah dilatih, dan setelah dilakukan investigasi, riwayat kesehatan, rujukan ke rumah sakit, dan tinjauan akhir oleh Satgas KIPI, akan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti-bukti yang ada,” ujarnya.

Comnas KIPI juga memastikan tidak ada kasus pembekuan darah di Indonesia akibat penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca.

Hankey menjelaskan Komnas KIPI melakukan pengawasan aktif dan pasif selama proses penyuntikan vaksin.

Hasilnya, tidak ada efek samping trombosis, termasuk sindrom trombositopenia (TTS) yang menyebabkan pasien mengalami pembekuan darah rendah dan trombosit rendah.

BACA JUGA: Komnas KIPI menyebut belum ada kasus pembekuan darah akibat vaksin AstraZeneca di Indonesia.

“Setelah survei aktif selesai, Komnas KIPI melanjutkan surveilans pasif hingga saat ini. Berdasarkan laporan yang diterima, belum ada laporan kasus TTS,” kata Hinke.

Diberitakan sebelumnya, perusahaan farmasi AstraZeneca terkena gugatan class action setelah vaksin yang dikembangkannya bersama Universitas Oxford dilaporkan menyebabkan kematian dan luka serius.

Kasus pertama diajukan oleh Jamie Scott, ayah dua anak, pada tahun 2023. Ia mengalami kerusakan otak permanen akibat pembekuan darah dan pendarahan otak setelah menerima vaksin pada April 2021.

Saat itu, petugas rumah sakit menelepon sang istri sebanyak tiga kali dan mengabarkan bahwa suaminya akan segera meninggal. AstraZeneca membantah klaim tersebut.

Baca Juga: Efek Samping Vaksin TTS AstraZeneca Covid-19, Apa Saja?

Namun dalam dokumen hukum yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Inggris pada bulan Februari, perusahaan farmasi tersebut mengatakan bahwa vaksinnya dapat menyebabkan TTS.

“Vaksin AZ diketahui dapat menyebabkan TTS dalam kasus yang jarang terjadi. Mekanismenya tidak diketahui,” tulis AstraZeneca.

“Selain itu, TTS dapat terjadi tanpa adanya vaksin AZ (atau vaksin apa pun). Dalam setiap kasus, hubungan sebab akibat akan bergantung pada bukti ahli,” lanjutnya.

TTS, atau sindrom trombosis, adalah masalah kesehatan yang berhubungan dengan trombositopenia yang menyebabkan individu yang terkena mengalami penurunan pembekuan darah dan jumlah trombosit. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan langsung ke ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top