Komisi IX Khawatir Regulasi Kontrasepsi bagi Remaja Picu Tafsir Liar

JAKARTA, virprom.com – Pasal dalam Peraturan Umum (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang sebagian mengatur tentang pemberian alat kontrasepsi bagi remaja, bisa menimbulkan penafsiran yang biadab jika tidak diubah.

Kurniasiye Mofiditi, Wakil Ketua DPR RI ke-9 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dikutip mengatakan: “Kami mendorong adanya peninjauan kembali di tingkat PP agar tidak menimbulkan penafsiran yang brutal.” Dirilis pada hari Rabu. 7/8/2024).

Pasal 4 Pasal 103 menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja paling sedikit harus mencakup penyediaan pil KB.

Korniasih menilai salah satu penafsiran paling keras terhadap ketentuan kontrasepsi dalam peraturan kesehatan adalah adanya kekhawatiran pemerintah akan memperlakukan remaja transgender dengan alat kontrasepsi dengan dalih meminta maaf pada layanan kesehatan reproduksi.

Baca juga: Wapres Minta Aturan KB Siswa Tidak Hanya Dipertimbangkan Dari Sisi Kesehatan, Tapi Juga Aspek Keagamaan.

“Berdasarkan data mengenai seks remaja, terdapat peningkatan kekhawatiran dan dampak negatif yang meningkat,” kata Korniasieh.

Mengutip data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kurniasie menyebutkan 60 persen anak usia 16-17 tahun melakukan hubungan seks di luar nikah.

Sementara itu, di kalangan remaja berusia 14 hingga 15 tahun, tercatat 20% hubungan seks di luar nikah. Sementara 20% tercatat pada kelompok usia 19-20 tahun.

“Salah satu dampak buruk dari seks bebas adalah meningkatnya aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan,” kata Kurniasih.

Baca juga: Soal Kontrasepsi Bagi Mahasiswa Pimpinan Komisi X: Pendidikan seks komprehensif juga harus diberikan.

Ia juga memperingatkan kemungkinan meningkatnya angka IMS. Kasus sifilis meningkat hampir 70 persen antara tahun 2018 dan 2022, menurut data Kementerian Kesehatan.

Padahal, masih ada 100.000 pengidap HIV yang belum terdiagnosis dan berpotensi tertular ke masyarakat.

Dari 526.841 orang yang mengidap HIV, hanya sekitar 429.215 yang terdiagnosis atau terdiagnosis HIV, kata Kementerian Kesehatan.

Ia menambahkan, peningkatan angka seks bebas tentu akan menimbulkan hal-hal negatif lainnya, seperti meningkatnya angka aborsi dan infeksi menular seksual. “Kami membicarakan hal ini dari sudut pandang kesehatan,” kata Kurniasieh.

Baca juga: Jokowi Teken UU KB Remaja Moeldoko: Kelebihan dan Kekurangannya

Kementerian Kesehatan memberikan komentar bahwa peraturan kontrasepsi dikhususkan untuk remaja yang sudah menikah dan masalah teknisnya diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan.

Artikel ini sempat membuat heboh karena dianggap membuat seks bebas di kalangan remaja.

Siti Nadia Termezi, Kepala Kantor Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan, Senin (8/5/8) saat diwawancarai virprom.com mengatakan, “bukan untuk mencegah kehamilan pada remaja yang belum menikah. Tidak, tapi untuk mencegah kehamilan, pasangan usia subur (PUS).

Nadia menjelaskan, penggunaan pil KB sudah sesuai dengan ketentuan UU Kesehatan tentang pendidikan kesehatan reproduksi.

Penyebabnya karena tubuh dan organ tubuh remaja yang menikah di usia muda belum sepenuhnya siap untuk melakukan reproduksi.

Baca juga: Menkes: Alat Kontrasepsi Bagi Pasangan Menikah Usia Sekolah

Penggunaan alat kontrasepsi bertujuan untuk menunda kehamilan pada kelompok tersebut sambil menunggu pengaturan kesehatan reproduksi dan mental pasangan.

“Alat KB itu hanya untuk PUS. Banyak anak usia 12 atau 15 tahun yang sudah menikah. Itu tujuannya,” kata Nadia. Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top