Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

JAKARTA, virprom.com – Wakil Ketua Komisi

Menurut dia, seharusnya pemerintah tidak menyinggung tuntutan tersebut, apalagi karena biaya pendidikan yang tinggi.

Ia mengingatkan, pemenuhan hak pendidikan seluruh warga negara Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah.

Menurut saya, pemerintah tidak seharusnya mengeluarkan pernyataan seperti itu. Sesuai undang-undang, dia hanya diwajibkan bersekolah sampai SMA. Namun, ini adalah ambang batas minimal bagi pemerintah untuk memenuhi hak warga negaranya. pendidikan,” kata Hetifa kepada virprom.com, Jumat (17/05/2024).

Baca juga: Terlibat UKT Mahal, Kemendikbud: Perguruan Tinggi Pilihan, Perguruan Tinggi

Hetifah tidak sependapat dengan pandangan pemerintah yang menganggap pendidikan tinggi sebagai unggulan atau pilihan.

Sebaliknya, kata dia, pemerintah seharusnya merespons tingginya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan.

“Jika keinginan masyarakat untuk maju melalui pendidikan tinggi meningkat, pemerintah harus menyikapinya dengan memberikan kebijakan yang tepat,” jelasnya.

Politisi Partai Golkar ini menilai pemerintah harus mengalokasikan anggaran negara secara merata untuk semua sektor penting, termasuk pendidikan.

Melihat situasi saat ini, ia menilai pemerintah hanya memberikan perhatian pada beberapa bidang saja.

“Saat ini APBN terlalu fokus pada pelayanan kesehatan, infrastruktur, pencegahan pertumbuhan, serta pendidikan dasar dan menengah. Pada saat yang sama, belanja untuk pendidikan tinggi terbengkalai,” kata Hetifa.

Baca juga: UKT Mahal Dilibatkan, Kemendikbud Minta Kursus Perguruan Tinggi, Pengawas: Terjebak Komersialisasi Pendidikan

Untuk itu, dia mengingatkan kepada Kemendikbud dan Ristek, bukan hanya standar minimal saja, tapi juga kementerian pimpinan yang mengalokasikan 20 persen APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan pendidikan tinggi. .

Selain itu, kata dia, kenyataan saat ini banyak lapangan pekerjaan yang memerlukan gelar sarjana atau sarjana.

“Dan tugas utama pemerintah adalah mencerdaskan kehidupan negara. Berdasarkan tantangan yang ada saat ini, memang banyak tawaran pekerjaan yang memerlukan minimal pendidikan menengah,” kata Hetifa.

“Perlu diketahui bahwa jumlah lulusan perguruan tinggi di Indonesia hanya berkisar 10 persen (data BPS). Ini masih sangat rendah. Bandingkan dengan Jepang atau Korea Selatan yang jumlah lulusan perguruan tinggi-nya mencapai 50 persen. Kalau kita ingin menjadi negara maju, lulusan kita perlu kita dorong,” tutupnya.

Baca Juga: JPPI: Menempatkan pendidikan tinggi sebagai kebutuhan ketiga adalah kejahatan besar

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Riset dan Teknologi menyatakan pendidikan pada perguruan tinggi merupakan jenjang ketiga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top