Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

virprom.com – Pakar hukum Kepailitan dan Pendingan Utang (PKPU) Ricardo Simanjantic, mahasiswa Magister Hukum dalam webinar (webinar) tentang Prinsip Dasar Reformasi Kepailitan di Indonesia dan Penerapan Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia Asosiasi (IMMH). ) -Universitas Indonesia (UI) pada Kamis (27/06/2024).

Menurut Ricardo, kepailitan merupakan suatu undang-undang khusus yang dirancang untuk menyelesaikan perselisihan yang berkaitan dengan kemampuan debitur dalam membayar utangnya.

Fokusnya adalah pada penyelesaian sengketa-sengketa tersebut dibandingkan penyelesaian semua jenis sengketa kredit dan utang yang luas.

Baca Juga: Hakim Minta Selesaikan Sengketa Hukum Ibu dan Anak Kandung di Krawang

“Kepailitan itu instrumen hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa terkait tidak terbayarnya utang-piutang. Itu saja,” kata Ricardo dalam siaran pers yang diperoleh virprom.com, Sabtu (29/6/2024).

Pernyataan ini menekankan bahwa fungsi utama hukum kepailitan adalah untuk menyelesaikan keadaan dimana debitur tidak membayar utangnya.

Oleh karena itu, PKPU menjadi relevan ketika seseorang atau badan hukum tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar kembali pinjaman tersebut, yang menunjukkan adanya masalah keuangan yang serius.

Pandangan Ricardo sangat relevan dengan kasus ahli waris Warga Negara Asing (WNA) PT Karama Yodha.

Baca juga: Babak Baru Kasus Arshad Rashidi Terhadap Keluarga Karim Yahya, Pengacara Ajukan Banding, Makkah Angkat Suara

Majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Ketua Haneng Pujadi dan Betje Siske Mano selaku Hakim Anggota I memutuskan menyatakan pailit terhadap Rosita dan Ari, ahli waris Eka Syed yang berkewarganegaraan Singapura.

Putusan tersebut mendapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) dari Hakim Anggota II Darinto yang menyatakan debitur tidak layak diadili PKPU karena hanya bertindak sebagai ahli waris.

Perkara PKPU Nomor 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA.JKT.PST yang dirilis pada 31 Mei 2024 menimbulkan beragam pendapat dan perdebatan di kalangan hukum.

Damien Renjan, pengacara keluarga Karam Yoda, menyoroti kejanggalan proses PCPU dan menegaskan transparansi dalam prosesnya sangat penting.

Baca Juga: PKPU berencana menerbitkan persyaratan usia baru calon kepala daerah pada Juni tahun ini

Ia menambahkan, setelah menemukan bukti transaksi tersebut, ayahnya Ari telah memberikan uang kepada kreditur selama 10 tahun. Namun, ayah Ari sepertinya tidak pernah memberinya apa pun.

“Mereka terlebih dahulu mengajukan PKPU kepada klien kami, Ari dan Rosita, sebagai ahli waris sah PT Karma Yoda dan putusan dijatuhkan pada 7 September 2023. Kami menolak pinjaman tersebut, kemudian hakim pengawas yang mengawasi PKPU, menemukan bahwa utang tersebut tidak ada, lalu dicoret oleh hakim, jelas Damian beberapa waktu lalu

Menanggapi permasalahan tersebut, Ricardo juga menegaskan bahwa transparansi proses PCPU diperlukan untuk memastikan semua pihak yang terlibat memahami dan melaksanakan prosedur yang berlaku saat ini.

Baca Juga: Pilkada Gandeng Pemilih, Bavaslu Ungkap 10 Kelemahan Prosedur

“Hakikat PCPU yang bersifat kolektif harus lahir dari sistem yang transparan dari para peminjam mengenai kemampuannya. Semua bukti yang ada di PCPU harus meyakinkan dengan bukti yang kuat dan jelas,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top