Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Banyak yang menilai Presiden terpilih Prabowo Subianto bisa dengan mudah memilih menteri berdasarkan penilaian pribadi dan tantangan yang dihadapi negara.

Namun, kenyataannya lebih rumit, menurut sebuah buku terbaru yang diterbitkan oleh Cornell University berjudul “Marcus Metzner’s Union Presidency” (2023).

Buku tersebut menegaskan bahwa setiap presiden terpilih harus membentuk koalisi di bawah sistem multi-partai jika ingin terpilih kembali untuk masa jabatan lima atau sepuluh tahun.

Oleh karena itu, pilihan menteri sering kali mencerminkan kebutuhan untuk mempertahankan dukungan koalisi dan tidak semata-mata didasarkan pada keahlian pribadi atau visi presiden.

Menurut Juan Lenz pada tahun 1990, kombinasi sistem pemilu multipartai dan sistem pemerintahan presidensial dianggap bukan kombinasi yang ideal karena menciptakan pemerintahan yang tidak stabil.

Dalam praktik modern, kombinasi ini seringkali menyulitkan seorang presiden untuk menyelesaikan seluruh masa jabatannya tanpa intervensi atau intervensi parlemen.

Contoh nyata dari ketidakstabilan ini dapat dilihat pada risiko pemakzulan Presiden Peru Pedro Castillo oleh parlemen pada tahun 2020 dan keberhasilan proses pemakzulan di Brasil dan Korea Selatan pada tahun 2016.

Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa kombinasi sistem pemilu multipartai dan bentuk pemerintahan presidensial seringkali menciptakan dinamika politik yang tidak stabil dan pemerintahan yang rentan terhadap ketidakstabilan politik.

Pertanyaannya, setelah transisi demokrasi pada tahun 1998 ke 2004, yang dipimpin oleh tiga presiden, mengapa Indonesia memiliki pemerintahan yang stabil di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudovino dan Jokowi?

Bagaimana pengalaman politik ini memaksa Prabhu untuk menyerah kepada penguasa politik jika ingin bertahan?

Sesuai Konstitusi, usulan pemakzulan hanya dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Dewan Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Oleh karena itu, Partai Demokrat harus menjalankan kewenangan investigasi terhadap kasus-kasus tertentu dan meminta pendapat presiden.

Sejak reformasi, hak angket telah digunakan sebanyak lima kali, antara lain pada kasus Inspeksi Bloggate/Bruneigate (era Goss), kasus Blog Anggaran (Megauti), dan tiga kasus pada masa pemerintahan SBY, yakni kapal tanker Pertamina, BLBI, dan Century. kasus. bank.

Masa jabatan Guth dimulai dengan kewenangan investigasi, tetapi situasinya diperparah dengan keputusan presiden yang membubarkan Kongres Rakyat, Kongres Rakyat, dan memberhentikan kelompok profesional ketika Kongres Rakyat memutuskan untuk mengadakan sidang khusus.

Di sisi lain, meski menghadapi tiga kali proses pemakzulan, SBY berhasil menjabat presiden hingga akhir masa jabatannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top