Jajak Pendapat Litbang “Kompas”: 72,6 Persen Responden Minta Pelibatan Masyarakat dalam Revisi UU MK

JAKARTA, virprom.com – Survei Litbang Kompas menunjukkan 72,6 persen responden menginginkan revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) melibatkan masyarakat sipil.

Hanya 27,2 persen responden yang berpendapat bahwa masyarakat sipil tidak boleh dilibatkan.

Sisanya sebesar 0,2% menyatakan tidak tahu.

“Ini merupakan wujud nyata implementasi demokrasi yang selama ini hanya dipandang sebagai idealisme, khususnya dalam pembentukan undang-undang,” tulis Litbang Kompas, seperti dilansir Kompas.id, Senin (27 Mei 2024).

Baca juga: Poin-Poin Pidato Megawati di Rakernas PDI Perjuangan, Bicara Kecurangan Pemilu dan Kritik Pengujian UU Mahkamah Konstitusi

Termohon juga menjawab pertanyaan terkait pasal yang mengacu pada amanat hakim Mahkamah Konstitusi yang dibatasi lima tahun.

Hakim Mahkamah Konstitusi yang ingin tetap menjabat harus mendapat persetujuan dari lembaga yang mencalonkannya.

Sebanyak 44,1 persen responden berpendapat pasal ini melanggar independensi hakim, 42,2 persen tidak melanggar, dan sisanya 13,7 persen tidak tahu.

Namun terdapat tren positif pada responden yang menjawab pertanyaan apakah revisi MK akan menjadikan MK lebih baik.

Mayoritas atau 59,7% responden menyatakan yakin akan membaik, 15,8% akan sama seperti sebelumnya, 19,5% tidak yakin, dan 5% tidak tahu.

Survei ini dilakukan pada 20-22 Mei 2024 terhadap 516 responden di 38 provinsi.

Baca juga: Kader PDI-P Sebut Nama Jokowi, Saat Megawati Tanya Penyebab Situasi Saat Ini di Mahkamah Konstitusi

Sebagai informasi, DPR diam-diam akan membahas revisi UU Mahkamah Konstitusi pada 13 Mei 2024.

Keputusan penyampaian Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait Perubahan Keempat UU No. 24 Tahun 2003 yang mengacu pada sidang paripurna Mahkamah Konstitusi, disahkan dalam rapat Komisi III dengan Pemerintah pada 13 Mei 2024.

Menariknya, pertemuan yang dihadiri Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly selaku perwakilan pemerintah digelar di masa reses DPR.

Kemudian, dalam rancangan akhir revisi UU Mahkamah Konstitusi yang diterima virprom.com, dicantumkan Pasal 23A yang mengacu pada amanat hakim konstitusi.

Ayat (1) menyebutkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi berlangsung selama 10 tahun. Aturan jangka waktu ini mengubah Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menetapkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi berlangsung selama lima tahun.

Namun Pasal 22 tersebut dihapus pada revisi pertama UU Mahkamah Konstitusi, khususnya UU No. 8 Tahun 2011 tentang UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga: PPP Kecewa MK Tolak Upaya Hukumnya Terkait Pemilu Parlemen 2024

Dalam Pasal 15 ayat 2 huruf d UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, disebutkan bahwa calon hakim Mahkamah Konstitusi harus berusia minimal 55 tahun.

Lebih lanjut, Pasal 23 ayat 1 huruf (c) UU Mahkamah Konstitusi hasil revisi ketiga menyebutkan hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat setelah mencapai usia 70 tahun.

Lebih lanjut, Pasal 87 huruf b UU Mahkamah Konstitusi hasil pengujian ketiga menetapkan bahwa masa jabatan hakim konstitusi berakhir pada saat mereka mencapai usia 70 tahun, dengan ketentuan total masa jabatannya tidak lebih dari 15 tahun. . Dengarkan berita terkini dan berita pilihan kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top