Jadi Ahli Sengketa Pileg, Eks Hakim MK: Mayoritas Hasil Pemilu di Papua Harus Batal

JAKARTA, virprom.com – Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto menjadi ahli dalam sidang lanjutan MK mengenai perselisihan pemilu 2024 yang kembali digelar pada Senin (27 Mei 2024).

Dalam pernyataannya, Aswanto juga menyinggung kisruh pemilu di Papua, khususnya di Papua tengah yang masih menggunakan sistem Noken atau Ikat.

Sejujurnya, sebagian besar suara di Papua harus dinyatakan tidak sah, kata Aswanto, pakar hukum Universitas Hassandeen, Senin.

“Tentu teman-teman KPU tahu bahwa di Papua banyak masyarakat yang menggunakan sistem Noken yang tidak diperhitungkan di tingkat TPS, tapi langsung dirangkum di tingkat kabupaten. Tentu saja dari segi hukum, hal itu tidak sesuai prinsip atau bertentangan dengan prinsip urut, artinya perhitungan harus dilakukan di tingkat TPS,” jelasnya.

Baca juga: Sistem Noken Apa yang Digunakan Masyarakat Papua di Pilkada 2024?

Aswanto menegaskan, masalahnya bukan pada sistem Noken itu sendiri, dan pengadilan juga menyatakan sistem Noken adalah cara pemungutan suara yang sah dan sesuai dengan adat istiadat setempat.

Faktanya, sistem masih memiliki kerentanan yang dapat dieksploitasi.

“Bahkan, pada hari pemilu, sistem Noken/Ikat dibicarakan, dan yang hadir sepakat, memikirkannya, dan menyaksikan apa yang dibicarakan sebelumnya dan apakah (suaranya) disampaikan.” mereka harus: “Biasanya hal itu juga tidak terjadi,” katanya.

Yang lebih penting lagi, persoalan yang disoroti Aswanto adalah cara KPU menangani pemungutan suara dengan sistem Noken.

Ia menyampaikan argumentasi hukumnya ke Mahkamah Konstitusi Daerah Papua jelang sengketa Pilpres 2014.

Ada beberapa pemilu saat itu yang menurutnya harus diulang karena suara langsung dijumlahkan di tingkat kabupaten/kota tanpa dihitung terlebih dahulu di tingkat TPS.

Baca Juga: Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Jadi Ahli Sengketa Pilpres PAN

MK menilai tindakan tersebut salah, namun pemungutan suara ulang bukanlah solusi karena selisih suara sengketa jauh lebih besar dibandingkan jumlah pemilih di Papua.

“Saya kira teman-teman di KPU harus konsisten. Kalaupun tidak benar, perlu diperhitungkan di tingkat TPS,” ujarnya.

“Apakah kita harus membatalkan semua hasil pemilu di Papua yang tidak memenuhi tahapan tersebut?” kata Aswanto yang secara kontroversial didepak dari Mahkamah Konstitusi oleh Partai Demokrat.

Papua Tengah menjadi provinsi dengan jumlah sengketa terbanyak yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada Pemilu 2024, yakni sebanyak 26 kasus.

Baca juga: MK Sebut 106 Sengketa Pemilu 2024 Masuk Tahap Pembuktian Pekan Depan

Untuk pemilu 2024, setidaknya tiga perempat dari seluruh TPS di delapan kabupaten di Papua tengah akan tetap menggunakan sistem Noken/Ikat.

Kabupaten yang TPSnya terbukti menerapkan sistem Noken tanpa terkecuali adalah Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai.

Papua Tengah menarik banyak perhatian dari para saksi partai selama agregasi hasil penghitungan suara tingkat nasional yang dilakukan oleh kantor KPU Indonesia, karena proses agregasi provinsi diduga tidak jelas dan tidak mempertimbangkan keberatan dari banyak saksi. Dengarkan berita terkini dan pilihan terbaik kami langsung di ponsel Anda. Pilih saluran berita pilihan Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan Anda telah menginstal aplikasi WhatsApp.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top