Greenpeace Indonesia Beri 3 Catatan Permen KLHK soal Pejuang Lingkungan Dilindungi

JAKARTA, virprom.com – Greenpeace Indonesia menyambut baik terbitnya Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tentang perlindungan hukum bagi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

“Greenpeace menyambut baik peraturan Litigasi Strategis Terhadap Partisipasi Publik (SLAPP) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, meskipun sudah terlambat bagi organisasi lingkungan untuk mendesak peraturan berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Perlindungan Lingkungan. dan Manajemen sudah lama terwakili, bahkan dari awal pemerintahan Presiden Jokowi,” kata Ketua Kelompok Kerja Politik Greenpeace Indonesia Halisa Khalid kepada virprom.com, Selasa (09/10/2024).

“Rancangan peraturan ini telah tertunda selama beberapa waktu dan menyebabkan lebih banyak kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hidup,” lanjutnya.

Baca Juga: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Komnas HAM memperingatkan polisi untuk menggunakan keadilan restoratif untuk menangani kasus pegiat lingkungan hidup.

Khalisa melontarkan tiga kritik terhadap Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 10 Tahun 2024.

Pertama, aturan tersebut menyebutkan bahwa korban/whistleblower yang memperjuangkan haknya atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah korban/whistleblower yang dapat menempuh jalur hukum.

Kata Halisa, mengacu pada Peraturan Menteri LHK 10/2024, hanya pembela alam yang dilindungi yang menerima hukum, dan para pejuang pembela di lapangan tidak memiliki akses mudah terhadap hukum yang adil.

“Ada strategi yang kontroversial dan non-kontroversial dalam advokasi lingkungan hidup. Lalu bagaimana kita melindungi aktivis lingkungan hidup yang menggunakan strategi non-litigasi? Selain itu, kita tahu bahwa tidak mudah bagi warga negara untuk memiliki akses yang adil terhadap hukum, dan kita tahu bahwa penegakan hukum di Indonesia belum jelas,” ujarnya.

Kedua, untuk memperoleh perlindungan hukum secara regulasi, disebutkan bahwa pegiat konservasi harus mengajukan perlindungan hukum.

Baca Juga: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang Baru: Para pemerhati lingkungan tidak bisa dituntut atau dibalas.

Menurutnya, para pemerhati lingkungan harus aktif menyampaikan keluhan. Padahal, urusan lingkungan hidup sangat kompleks dan seharusnya peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan lebih proaktif dibandingkan menunggu laporan.

“Selain itu, jangka waktu maksimal yang ditentukan untuk evaluasi konten adalah 60 hari. Belajar dari kasus-kasus lingkungan hidup yang dilaporkan/disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, banyak pengaduan yang diabaikan, sehingga kasus-kasus tersebut menumpuk seiring dengan meningkatnya jumlah konflik. katanya. katanya

Ketiga, Halisa, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak menyebutkan kelompok/lembaga yang bertanggung jawab menegakkan peraturan perlindungan lingkungan hidup.

“Apakah akan dibentuk kelompok khusus dari Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup dan Kehutanan? Karena katanya hanya ada kelompok evaluasi permohonan,” ujarnya.

Terakhir, Halisa mengatakan pemerintah harus memikirkan bagaimana para pemerhati lingkungan menghadapi ancaman kekerasan.

Mengingat Greenpeace Indonesia mengutip data Wali yang menunjukkan sebanyak 1.054 orang (1.019 laki-laki) dan (28 perempuan) serta 11 anak-anak diadili selama dua periode pemerintahan Jokowi, katanya.

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2024 yang memberikan perlindungan hukum lebih rinci bagi pegiat lingkungan hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top