Gagasan Demokrasi Kesetaraan Paus Fransiskus

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia membawa pesan penting, salah satunya terkait kehidupan bangsa dan daerah di bidang sosial dan politik.

Paus mempunyai keprihatinan yang besar karena politik, meski sering dikritik, pada dasarnya adalah cara untuk mencapai kesejahteraan bagi semua.

Tema kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia mencerminkan nilai tersebut. “Iman, Persaudaraan dan Kasih Sayang” mendorong keimanan umat beragama untuk bertransisi dari sistem keagamaan ke sistem sosio-ekonomi, dari sistem pengajaran ke praktik kehidupan nyata. Persaudaraan dan kasih sayang juga menjadi nilai utama demokrasi. Paradoks demokrasi

Paus Fransiskus melihat demokrasi sebagai cara untuk mencapai keseimbangan, terutama bagi kelompok marginal, melalui tindakan kolektif.

Namun, demokrasi hidup dalam cara yang berbeda: kemungkinan kebaikan dan bahaya kejahatan, ketegangan kebebasan dan kesetaraan, pengakuan hak individu dan kepentingan publik.

Tidak ada kebebasan final dalam demokrasi. Mengutip analogi Yesaya Berlin, kebebasan serigala sering kali berarti kematian domba.

Tanpa kesetaraan dan keadilan, kebebasan sebagai nilai demokrasi pada akhirnya akan membahayakan dirinya sendiri.

Paus Fransiskus menyoroti kurangnya kesetaraan dan keadilan sebagai penyebab krisis demokrasi saat ini. Suara rakyat (demos) yang notabene penguasa demokrasi justru tereduksi.

Pengucilan dari masyarakat berarti masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung dan terpinggirkan, tidak mempunyai ruang penuh untuk berekspresi dan berpartisipasi. Permasalahan mereka diperparah dengan perilaku individualistis sehingga individu terlepas dari realitas sosial.

Penyebab situasi ini juga adalah sistem perekonomian. Paus mengatakan, “selama sistem sosio-ekonomi kita terus menghasilkan satu korban dan satu orang lagi tersingkir, maka tidak akan ada perayaan persaudaraan internasional”.

Kemajuan yang luar biasa tidak selalu glamor. Tingkat kemiskinan menurun, namun kesenjangan meningkat. Timbul pertanyaan: kesejahteraan bergantung pada siapa?

Mengutip Paus, apakah kita masih berada dalam perahu yang sama? Atau benarkah apa yang dikatakan Joseph Stiglitz, “saat terjadi badai, gelombang ombak menghantam perahu-perahu kecil di tepi pantai hingga pecah.”

Paus menunjukkan bahaya demokrasi dalam sistem politik melalui fenomena populisme.

Populisme menjalankan politik dengan mengeksploitasi budaya nasional dan pemikiran politik hanya untuk kepentingan proyek dan pemeliharaan kekuasaan yang lebih tinggi. Sekali lagi, masyarakat demokratis terpinggirkan.

Pengalaman beberapa pemilu di Indonesia menunjukkan tanda-tanda tersebut. Warna-warna pesta demokrasi yang harus menjaga nilai-nilai kebebasan dan persamaan hak untuk memilih dan memilih, menghadapi ketegangan antara partisipasi dan organisasi, serta integrasi dan polarisasi massa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top