Elite Demokrat Usul SBY Jembatani DPR, MK, dan Pemerintah

Jakarta, virprom.com – Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K. Harman menilai Mahkamah Konstitusi (MK), DPR, dan pemerintah membutuhkan arbiter untuk menengahi situasi politik yang memanas belakangan ini.

Benny menilai, yang seharusnya menjadi jembatan adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), presiden keenam RI yang menurutnya merupakan tokoh bangsa.

“Oleh karena itu, harus ada yang menengahi, menjadi penengah untuk menyelesaikannya. Kita butuh orang-orang nasional. Mungkin kurang baik, kalau saya bicara mungkin Pak SBY saja lebih dari cukup?” kata Benny saat ditemui di Kompleks Parlemen Hasaniya Jakarta, Kamis (22/8/2024).

Menurut dia, SBY berperan sebagai mediator antara Presiden Joko Widodo, DPR, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan KPU.

Baca juga: Alur Konflik MK dan DPR, Ini yang Perlu Anda Ketahui

“Oleh karena itu, kesimpangsiuran yang timbul akibat adu mulut yang intens antar lembaga negara yang ada, terutama di bidang hukum. Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan pembentuk undang-undang, dalam hal ini DPR,” ujarnya.

Benny mengatakan, harus ada mediator untuk menciptakan lingkungan politik yang kondusif.

Ia menegaskan, situasi politik harus terus berlanjut karena Indonesia kini berada dalam masa transisi politik dari pemerintahan Jokowi ke Prabo Subianto.

“(Sosok mediasi) untuk menciptakan suasana yang mendukung platform politik untuk kepentingan negara dan negara. Lagipula ini adalah hasil transisi politik. Kami ingin transisi ini damai,” kata Bani.

Baca juga: Sayang Mundurnya Jokowi dan Kebangkitan Prabowo Diwarnai Berbagai Protes Politik

Situasi politik kini memanas seiring DPR tiba-tiba melakukan perubahan UU Pilakade pada Rabu (21/8/2024), sehari setelah Mahkamah Konstitusi (KC) memerintahkan uji materi UU Pilakade.

Pada intinya, amandemen tersebut membatalkan keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas pencalonan pemilu dan persyaratan usia calon kepala daerah.

Pertama, Belg membatalkan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah bagi seluruh partai politik peserta pemilu.

Belg mampu menyiasatinya dengan menerapkan keringanan ambang batas hanya pada partai politik yang tidak memiliki kursi DPRD.

Ambang batas 20 persen kursi DPRD atau 25 persen pemilu sah berlaku bagi partai politik yang menduduki kursi di parlemen.

Belg juga mengelak dari putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang usia calon kepala daerah, Belg tetap memegang teguh keputusan MA yang menghitung usia pada saat pengambilan sumpah, bukan pada saat pengambilan sumpah waktu pengangkatan sebagaimana diputuskan MK.

Baca juga: Keputusan MK Ikuti Gibran Bermanfaat, Bahayanya Jika Ditipu Kaisung

Perubahan UU Pilkada setidaknya mempunyai dua konsekuensi.

Pertama, putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaisang Pangarep, bisa mencalonkan diri sebagai calon gubernur/wakil gubernur jika memenuhi persyaratan usia yang ditentukan dalam revisi UU Pilkada.

Kedua, PDI-P mengancam tidak akan mendapatkan tiket untuk mencalonkan gubernur dan wakil gubernur Jakarta karena kursi di DPRD Jakarta tidak mencukupi, sementara partai politik lain menyatakan dukungannya terhadap duo Ridwan Kamil-Susuwon.

DPR yang seharusnya menggelar rapat paripurna pada Kamis ini untuk menyetujui perubahan UU Pilkada, namun urung dilakukan karena peserta rapat tidak mencapai kuorum sah. Simak langsung berita dan berita pilihan kami ponsel Anda. Pilih saluran berita favorit Anda untuk mengakses saluran WhatsApp virprom.com: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D Pastikan aplikasi WhatsApp sudah diinstal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back To Top